JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy menilai paket kebijakan stabilitasi ekonomi yang diambil pemerintah, belum menyentuh akar masalah.
"Sejak 12 Nov 2014, saat pemerintah menaikkan harga Premium dari Rp6.500 menjadi Rp8.500. Ini bertanda awal kebijakan ekonomi yang salah. Kebijakan ini bertentangan dengan kecenderungan kuat ekonomi global," kata Noorsy pada TeropongSenayan, Rabu (6/5/2015).
Noorsy mengatakan, kini terbukti, bukan saja kebijakan melepas ke pasar yang katanya akan memperbaiki postur fiskal merupakan kebijakan yang salah.
"Jadi kebijakan yang sesaat dan menghina diri sendiri dan sekarang semua itu sudah terbukti dengan semua kebijakan di berbagai sektor tidak berhasil," katanya.
Menurut Noorsy, dari total sembilan butir kebijakan itu, mayoritas hanya bersifat fiskal dan sektor riil. Serta pergeseran energi bahan bakar dari minyak (BBM) ke nabati (BBN). Kebijakan yang diambil tidak berkesinambungan dengan sektor moneter penyelamatan rupiah.
"Sebenarnya tidak menyelesaikan akar masalah. Pendekatannya di fungsional-instrumental saja. Artinya, boleh saja rupiah nanti menguat, tapi itu semu," ungkapnya.
Ia menegaskan, akar persoalannya terletak pada situasi persaingan yang ketat di sektor moneter dunia belakangan ini. Maka, lanjut Noorsy, pemerintah pun mesti cermat. Apakah sektor riil Indonesia benar-benar siap mengimbangi permainan dunia di sektor keuangan.
"Dalam sejarah ekomoni keuangan dunia, sektor riil tidak pernah bisa mengimbangi volume perdagangan sektor keuangan. Hanya kasus Cina, sektor riil bisa mengalahkan sektor keuangan," pungkasnya. (al)