JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Vonis 10 tahun penjara dan denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, terhadap Pinangki dinilai keputusan tepat.
"Saya pribadi memberikan apresiasi kepada Majelis Hakim yang memberikan vonis kepada Pinangki melebihi tuntutan jaksa. Ini preseden baik dalam penegakan hukum," kata Pakar Hukum Pidana, Suparji Ahmad dalam keterangan tertulisnya, Kamis (11/2/2021).
Meski demikian, menurutnya, dalam kasus ini menyisakan sejumlah catatan. Dirinya mengatakan, dalam kasus ini, seharusnya, Jaksa Penutut Umum dalam memberikan tuntutan harus lebih objektif melihat permasalahan.
"Ada catatan bagi JPU dalam menuntut seorang terdakwa. Korupsi merupakan tindakan extra ordinary crime, kedepan JPU harus lebih objektif lagi dalam memberikan tuntutan. Jangan sampai justru meringankan terdakwa," ungkap Suparji.
"Terlebih jika melibatkan penegak hukum," sambung akademisi Universitas Al-Azhar Indonesia ini.
Dirinya juga menganggap, bahwa masih ada misteri di balik kasus ini. Sebab, siapa yang di belakang Pinangki belum terungkap di persidangan.
"Pemeriksaan dan pembuktian persidangan belum mampu mengungkap misteri kasus tersebut. King maker dalam kasus ini masih gelap, selain itu sanksi pun belum mendukung pemiskinan," terangnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Pinangki Sirna Malasari 10 tahun penjara. Selain itu, Pinangki dihukum membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Hukuman tersebut lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, yaitu 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Hakim menilai tuntutan jaksa itu terlalu rendah dibandingkan dengan perbuatan yang dilakukan Pinangki.