JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Pemerintah saat ini tidak percaya diri dan rapuh seorang menko sekelas Airlangga yang Ketum Golkar harus di periksa oleh Kejagung dalam kasus CPO.
Kasus CPO ini sudah terjadi setahun lalu. Para pelaku yang dianggap merugikan negara dan memperkaya diri pun telah ditangkap, di adili dan di penjara.
Mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Indra Dari Wisnu Wardana, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor, Lin Che Wei, Tim Asistensi Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian; Pierre Togar Sitanggang, General Affairs PT Musi Mas; Stanley MA, Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Grup semua nya telah meringkuk di penjara.
Bahkan vonis nya di perberat oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Saat kasus minyak goreng merebak, beredar luas foto kedekatan antara Master Parulian Tumanggor, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia dengan Menko Marvest Luhut Binsar Panjaitan yang sangat akrab. Terlihat ada hubungan KKN antar Luhut Binsar Panjaitan dan Master Parulian Tumenggor. Luhut tidak dipanggil dan di periksa Kejagung?
Juga putera Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, ketua Persis Solo yang dana nya di bekukan karena dianggap mendapat aliran dana dari Wilmar.
Kedua orang dekat Jokowi. Luhut dan putra Jokowi tidak dipanggil dan diusut sebagai cerminan persamaan di depan hukum. Tidak di lakukan Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
Kalau Airlangga yang jabat Menko Perekonomian dapat di periksa sebagai saksi dalam kasus CPO, maka Luhut Binsar Panjaitan dan Kaesang Pangarep harus diperksa juga oleh Kejaksaan Agung.
Kalau Kejaksaan Agung tidak panggil dan periksa Luhut dan Kaesang. Berarti kedua orang itu di lindungi Jokowi sebagai presiden dan kepala pemerintahan.
Justru jika, Jokowi harus memerintahkan Kejagung untuk memeriksa Luhut dan Kaesang; satu orang dekat nya dan satu puteranya untuk buktikan ini negara hukum. Semua orang sama di mata hukum.
Tidak ada tebang pilih. Dalam hal pemeriksaan terhadap Airlangga Hartanto dalam hal CPO, mestinya Luhut dan Kaesang juga.
Airlangga selain Menko Perekonomian, adalah Ketua Umum Golkar.
Jika hanya pemeriksaan Airlangga dalam kasus CPO dalam kapasitas sebagai Ketua Umum Golkar di pandang publik sebagai tindakan politisasi hukum. Karena Luhut dan Kaesang yang di sebut media dalam kasus minyak goreng tidak di periksa Kejagung.
Untuk membuktikan Kejagung tidak tebang pilih dan tidak terkesan dijadikan alat politik kekuasaan. Maka setelah Airlangga di panggil dan di periksa. Maka Luhut dan Kaesang pun harus di periksa.
Dalam kasus internal Golkar dan Golkar mendekati Capres Anies terasa sekali ada nuansa politik yang mengemuka.
Apalagi ada upaya merebut kursi ketua umum Golkar yang di perlihatkan oleh Luhut Binsar Panjaitan sebagai ketua dewan Pembina Golkar dan Bahalil sebagai wakil ketua umum Golkar.
Tak dapat di pungkiri. Persoalan internal Golkar ini dapat di temukan benang merah dengan terperiksa nya Ketua Umum Golkar dalam kasus CPO itu kental unsur politik nya dibanding upaya penegakkan hukum.
Dengan terperiksa nya Ketum Golkar ini, dapat di jadikan amunisi bagi pemburu jabatan ketua umum: Luhut dan Bahalil. Dapat merebut kursinya.
Ambisi Luhut dan Bahalil ini yang selama ini dianggap publik sebagai penganjur perpanjangan jabatan presiden Jokowi bisa berjalan mulus. Baik melalui upaya perpanjangan jabatan Jokowi maupun upaya Istana menjegal Capres Anies Baswedan.
Dapat di cermati dengan jelas, kasus dipanggil dan diperiksa nya Ketua Umum Golkar dan kasus CPO dan tidak di periksa nya Luhut dan Kaesang ini terindikasi rezim ini sangat tidak percaya diri dan rapuh.
Sehingga dengan memuluskan agenda politik nya untuk tetap berkuasa dan mengamankan capres dukungan nya. Berbagai cara di tempuh. Termasuk berupaya ambil alih ketua umum Golkar dan memeriksa nya dengan tangan kejaksaan agung meski Airlangga Hartanto, yang telah membantu Jokowi selama menjabat menko perekonomian selama ini?
Nampak nya demi kepentingan dan keuntungan politik. Sekali pun pejabat yang berjasa dan penopang pemerintahan dan kekuasaan harus di libas demi memuluskan ambisis politik dan kekuasaan?
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #