JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Baru-baru ini sejumlah pemberitaan ramai membincangkan kemungkinan keterlibatan pejabat dalam dunia prostitusi. Mereka disebut-sebut juga menjadi pelanggan prostitusi online yang diduga kuat melibatkan kalangan artis papan atas.
Padahal, disebutkan bahwa tarif artis yang terlibat berkisar dari Rp80 juta hingga Rp200 juta.
Bagaimana pandangan psikolog mengenai hal ini?
Dosen Psikologi Universitas Maranata Bandung, Efnie Indrianie memberikan pandangannya. Menurutnya, pejabat yang memiliki kecenderungan menggunakan jasa prostitusi tidak selalu didorong oleh hasrat untuk meluapkan emosi seks semata. Tapi karena ada indikasi perasaan lain yang dimotifasi oleh kekuasaan.
"Itu balik lagi ke need for power. Jadi ternyata pemanfaatan jasa prostitusi itu tidak melulu hanya hasrat sex semata," katanya saat dihubungi TeropongSenayan, Minggu (17/5/2015).
"Ada semacam dorongan untuk berdominan menggunakan kekuasaan, kemampuan, uang dan otoritasnya sebagai pejabat dan penguasa."
Efnie juga mengakui bahwa hingga saat ternyata belum pernah ada riset akademik yang fokus mengkaji psikologi pejabat publik pengguna prostitusi di negeri ini. Padahal, fenomena itu seringkali muncul menjadi rumor dan hanya berakhir pada persangkaan semata.
Ia mengatakan sejauh ini belum ada satu pun literatur yang menunjukkan pernah dilakukannya penelitian dengan topik terkait dunia esek-esek tersebut.
"So Far. Belum ada Mas," ungkapnya.
Sebagai akademisi yang konsen dalam disiplin Ilmu Psikologi, Efnie menilai penting dilakukannya penelitian psikologi pejabat publik pengguna jasa prostitusi. Sebab fenomena semacam itu dapat dimungkinkan terjadi di Indonesia.
"Kalau secara pribadi, saya hanya pernah melakukan riset di Indonesia terkait motivasi dan alasan-alasan mendasar seseorang untuk berkuasa," ungkapnya. (iy)