JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Penemuan bisnis obat palsu beromset Rp400 juta per bulan di Semarang, membuka sisi lain persoalan industri obat di Indonesia.
Menurut Anggota Komisi IX DPR RI Okky Asokawati, pengungkapan kasus yang kerap terulang tersebut menunjukkan ada masalah krusial di sektor industri obat.
"Ada masalah krusial dari hulu hingga hilir. Masalahnya mulai dari industri hingga regulator dan pengawas," kata Okky di Jakarta, Rabu (24/7/2019).
Okky menyebutkan kasus yang terjadi di Semarang, Jawa Tengah diketahui pabrik yang memproduksi obat palsu itu memiliki izin BPOM dengan mendistribusikan produk palsunya ke 197 apotik.
"Pabriknya memiliki izin BPOM. Artinya ada sisi pengawasan yang sangat lemah," jelasnya.
Terkait dengan lemahnya pengawasan ini, Okky menyebutkan tidak terlepas dari praktik rebutan garapan antara dua instansi yakni Kementerian Kesehatan dan BPOM.
"Tidak bisa dipungkiri, ada praktik rebutan kewenangan antar instansi. Situasi ini bisa diselesaikan dengan sikap legawa masing-masing instansi melalui pengaturan di UU," ucapnya.
Dia menyebutkan RUU Pengawasan Obat-obatan dan Makanan yang akan menjadi usul resmi DPR dalam sidang kali ini, diharapkan memperkuat posisi BPOM serta mengakhiri praktik rebutan kewenangan.
"Harapannya di UU tersebut, tidak ada lagi wilayah abu-abu. Semua jelas, siapa bertanggung jawab di sektor apa," jelasnya.
Model senior ini juga menyebutkan, terjadinya peredaran obat palsujuga disebakan karena tidak ketatnya apotik dalam menyediakan apoteker sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam menjelaskan mengenai obat-obatan kepada konsumen.
"Masalah lainnya, apotek-apotek tidak menyediakan apoteker. Masyarakat yang akan merugi karena tidak mendapat informasi yang utuh dan benar," imbuhnya. (ahm)