JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Pengamat Energi dari Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahaean memintaKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tidak mengedepankan kekuasaan dalam mengatasi insidentumpahan minyak dari sumur YYA-1 area Pertamina Hulu Energi di Blok Offshore North West Java (PHE ONWJ).
Sebab, menurutnya, hal tersebut hanya akan menambah beban bagi PT Pertamina dengan tuntutan ganti rugi segala macam.
"Seharusnya KLHK mensupervisi Pertamina untuk menyelamatkan lingkungan, bukan malah berniat mengajukan ganti rugi yang janya akan jadi beban baru bagi Pertamina,” kata Ferdinand,Jakarta, Sabtu (10/8/2019)
Dia juga menyambutpositif terkait upaya PT Pertaminamengatasi tumpahan minyak danpemenuhanganti rugi sosial terhadap masyarakat terdampak terutama nelayan.
"Sepanjang yang kami ikuti perkembangan penanganan tumpahan minyak oleh Pertamina, kami harus acungi jempol terhadap kecepatan Pertamina termasuk dalam memberikan ganti rugi sosial terhadap masyarakat terdampak terutama nelayan,” ungkap Ferdinand.
Menurutnya, sejak peristiwa kebocoran terjadi 12 Juli, Pertamina telah melakukan tindakan cepat dengan mengirimkan kapal dan oil boom untuk menangani tumpahan minyak.
"Kita berharap agar penutupan sumur bisa segera dilakukan paling lama 2 bulan kedepan. Kita dukung Pertamina untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik,” ujar Ferdinand.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesian Club, Gigih Guntoro mengemukakan, peristiwa tumpahan blok ONWJ merupakan kejadian teknis di kilang offshore yang direspon cepat oleh Pertamina.
Menurutnya, Pertamina mampu mengkonsolidasi tim internal dan melibatkan nelayan untuk bergerak cepat bahu membahu mengevakuasi minyak tersebut.
"Pertamina juga memberikan kompensasi terhadap masyarakat terdampak dengan cepat. Disamping itu juga Pertamina melakukan recovery titik kebocoran. Langkah-langkah ini merupakan satu bentuk tanggungjawab corporate secara umum,” kata Gigih.
Dia melanjutkan, yang jelas Pertamina ada upaya untuk mengatasi dan mencari jalan keluar agar kebocoran dan dampak meluasnya tumpahan minyak tersebut tidak menyebar ke wilayah lain.
"Kita layak mengapresiasi langkah-langkah yang dilakukan Pertamina,” ujar Gigih.
Sebelumnya, kesigapan Pertamina dalam mengatasi oil spill di Karawang juga mendapat apresiasi Rukun Nelayan (RN) setempat. Seperti dari RN Desa Sedari Kecamatan Cibuaya dan RN Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar, Karawang.
Ketua RN Desa Sedari, Emong Sunarya, misalnya, menilai positif kesigapan Pertamina dalam mengatasi limbah minyak. Pasalnya, sesaat setelah warga menginformasikan bahwa ceceran minyak sudah sampai ke pantai, Pertamina langsung memberdayakan warga nelayan untuk turut membantu mengambil oil spill dan memasukkan ke dalam karung.
Pertamina juga melibatkan 100 persen nelayan Desa Sedari. Dari 120 nelayan di desa tersebut, seluruhnya turun untuk mengatasi oil spill.
"Semua peralatan dari Pertamina. Mulai sekop, centong, plastik, karung, dan bahkan masker. Nelayan hanya tenaganya saja,” kata Emong.
Sebelumnya, Pertamina menggunakan 4.700 meter static oil boom untuk mengatasi tumpahan minyak dari sumur YYA-1 area Pertamina Hulu Energi di Blok PHE ONWJ.
"Sekarang terdapat 4.700 meter static oil boom untuk menghadang oil spill dari sumber utama," kata Incident Commander PHE ONWJ, Taufik Adityawarman di Jakarta. (Alf)