JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah membantah Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentahg Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), muncul begitu saja.
"Usulan revisi UU KPK itu sudah sejak tahun 2010, sudah dimasukkan," kata fahri Hamzah kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (16/9/2019).
Lantas dirinya memaparkan, sejak periode ke dua masa tugas Presiden SBY, revisi UU KPK sudah dibahas di Komisi III DPR, dilanjutkan rapat konsultasi dengan pemerintah. Kemudian di tahun 2015, ketika dimasukkan lagi sebagai usulan, terjadi tarik ulur. Namun, sebagai rancangan undang-undang tidak pernah mundur, tetap ada di program legislasi nasional(Prolegnas).
"Jadi ini termasuk UU yang pembahasannya paling sering. Maka kalau yang bilang ujug-ujug, berarti dia gak paham, karena ini sudah masuk 10 tahun terkakhir. Dan memang banyak masalah, masa ada UU gak boleh berubah," tegas inisiator Gerakan Arah Baru Indonesia (GARBI) itu.
Terkait soal kinerja KPK selama ini, Fahri menyatakan sebaiknya mengukur kinerja KPK secara riil, tidak hanya menangkap orang yang salah. UU tentang KPK, kata dia, tidak memerintahkan hanya menangkap orang, tetapi mencegah, supervisi, koordinasi dan kontrol.
"UU tentang KPK seperti dokter di masa transisi. Yang mengoperate KPK saat ini kan kurang berpikirannya kesitu, penyidik-penyidik yang main otot aja kerjanya. Itulah yang merusak KPK. Padahal KPK ini kerjanya supervisi, koordinasi, monitoring," kata Fahri.
Ditambah kan lagi, sudah dikasih waktu 17 tahun tapi masalah tambah banyak. Seperti rumah sakit, kalau pasiennya itu tambah sedikit artinya bagus.
"Tapi karena motif dagang, lebih banyak pasien dianggap lebih bagus, Yasalah dong. Orang kerjanya itu superti dokter, dokter zaman dulu memang feodal, cuma nyuntik, tapi dokter zaman sekarang nasehati, jadi pasiennya nggak datang-datang. Nggak benar dong kalau dokternya itu ngasih nasihat atau ngasih obat yang orang itu nggak sembuh-sembuh, lalu datang terus. Makin banyak yang datang, dokternya tambah duit, ya nggak bener itu, nggak benar. 17 tahun, UU ini harusnya udah nggak ada korupsi," tegas Anggota DPR RI dari Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) itu. (Alf)