JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Rencana penggabungan ekonomi kreatif dan pariwisata dalam satu kementerian direspons negatif oleh stakeholder ekonomi kreatif di Indonesia.
Salah satu respons datang dari mantan Anggota Komisi X DPR Periode 2014-2019 Anang Hermansyah, dia pun mempertanyakan urgensi penggabungan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Bahkan Anang menyatakan rencana tersebut merupakan langkah mundur lantaran mengulang pemerintahan SBY periode 2009-2014.
"Saya terus terang kaget dengan rencana penggabungan dua sektor ini. Ada anomali yang terjadi dari rencana ini," kata dia di Jakarta, Rabu (23/10/2019).
Padahal, menurut dia, keberadaan UU Ekraf yang dihasilkan secara bersama-sama antara DPR dan Pemerintahan Jokowi pada periode pertama menjadi tonggak penting kebangkitan Ekraf di Indonesia.
"Belum sebulan kita punya UU Ekraf, sekarang justru digabung dengan pariwisata, UU Ekraf tak lagi bermakna," terang Anang lagi.
Maklum, pada pasal 30 ayat (1) UU Ekraf terdapat atribusi yang diberikan kepada presiden untuk menerbitkan Peraturan Presiden terkait kelembagaan Ekonomi Kreatif apakah bentuknya kementerian atau lembaga.
"Bagaimana menjalankan amanat UU itu, jika nomenklatur Ekraf digabung dengan pariwisata," keluh Anang.
Dengan begitu Anang menilai penggabungan Ekraf dan pariwisata akan membuat dua sektor tersebut menjadi tidak fokus, karena dua sektor tersebut dinilai Anang tidak memiliki irisan secara langsung.
“Risikonya, salah satu sektor akan menjadi anak tiri. Itu terjadi di periode 2009-2014," lanjutnya.
Dia pun mengajak membandingkan capaian kinerja yang dihasilkan ekraf saat digabung dengan pariwisata dengan saat berdiri sendiri.
"Produk Domestik Bruto (PDB) Ekraf tahun 2014 itu hanya 784,2 triliun saat masih digabung dengan pariwisata. Nah, tahun 2019 ini bisa tembus 1.200 triliun," tegas dia.
Hal negative lainnya adalah jika ekraf dan pariwisata digabung maka akan memberi dampak penggabungan dua SDM yang sebelumnya berbeda.
"Menteri baru dalam tahun pertama hanya sibuk mengurus dapur internal kementerian mulai penataan birokrasi, renstra termasuk bagaimana menjalin komunikasi politik dengan parlemen. Itu tidak mudah," ingat Anang.
Oleh karena itu dia berharap rencana penggabungan ekraf dan pariwisata itu dibatalkan lantaran secara filosofis, yuridis dan sosiologis penggabungan ini menabrak pronsip dasar rencana ekraf sebagai tulang punggung ekonomi baru di Indonesia.
"Kita bermimpi SDM Indonesia unggul, SDM unggul itu tercipta jika kita fokus dan teguh pada aturan yang kita buat sendiri," tutupnya. (ahm)