JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Kasus Eksodusme besar-besaran imigran Rohingya yang mencari pengungsian dan suaka telah menjadi isu yang cukup menyita perhatian publik di kawan Asia, termasuk juga Indonesia. Problemnya, jumlah besar pengungsi memberikan kekhawatiran bagi besarnya beban yang harus ditanggung negara untuk mengatasi pengungsi.
Direktur keamanan internasional dan pelucutan senjata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Andi Rachmianto mengungkapkan dari data UNHCR, masih ada sekitar 6000 sampai 8000 pengungsi Rohingya dalam keadaan terkatung-katung di laut. Mereka sedang dalam kondisi pelarian dari negaranya dan dimungkinkan menuju Indonesia.
"Diperkirakan masih ada sekitar 6000 hingga 8000 imigran asal Rohingya dan Bangladesh yang masih terkatung-katung di sekitar perairan laut Andaman dan Selat Malaka," ungkap Andi dalam diskusi bertema "#SAVEROHINGYA: Momentum Indonesia menegakkan kemanusiaan global" di Kantor DPP PKB Jalan Raden Saleh, Jakarta, Jumat (22/5/2015).
Pemerintah Indonesia kata Andi, merasa prihatin dengan gelombang kedatangan ribuan imigran irreguler Rohingya ke Indonesia. Menurutnya, kehadiran mereka berpotensi mengganggu bagi stabilitas negara-negara di kawasan Asia dan pasifik.
"Sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah yang sangat besar dan jumlah penduduknya mencapai 250 juta jiwa, Indonesia juga rentan terhadap masalah imigran tersebut," ungkapnya.
Karena itu, sambung Andi, pemerintah Indonesia mengharapkan adanya keterpanggilan kerjasama dari negara-negara Asean untuk kerjasama dan berkoordinasi mencari penyelesaian yang komprehensif.
"Termasuk negara-negara yang terkena dampak yaitu Indonesia, Malaysia, dan Thailand serta Myanmar dan Bangladesh sebagai negara asal," ungkapnya. (iy)