JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -Anggota Komisi VI DPR Bambang Patijaya meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) turun tangan terkait penurunan harga jual lada. Penurunan harga disebut tak masuk akal dan merugikan petani.
Bambang menilai Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan tidak becus mengurus tata kelola perniagaan lada sehingga harga lada asal Bangka Belitung yang dikenal Muntok White Paper (MWP) secara masif terus menurun dan tidak mungkin akan naik kalau tidak ditangani dengan serius.
"Ketika barang-barang komoditas itu turun, mereka harus koordinasi apa yang menjadi permasalah, harus dicari solusinya," kata Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, (12/12/2019).
Politikus Golkar ini mengatakan, harga lada Indonesia pernah berada di kisaran Rp100 ribu hingga Rp160 ribu per kilogram. Namun, saat ini hanya berkisar Rp47 ribu per kilogram. "Jadi, pedasnya lada tak sepedas harga jual," ucapnya.
Bambang menilai Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri tidak berbuat banyak terkait penurunan harga lada. Pemerintah disebut hanya mencatat penurunan harga, tanpa memberikan solusi.
"Jadi ini dong, jangan hanya jadi tukang catat. Harus mencari solusi kepada pengusaha lada," jelasnya.
Ia menduga turunya harga lada Indonesia karena masuknya lada dari Vietnam. Masuknya lada Vietnam disebut merusak harga lada di Indonesia menjadi lebih murah.
"Jadi ada indikasi ada harga lada Vietnam yang murah. Sehingga yang mengacurkan harga lada kita," tuturnya.
Kemendag diminta segera mencari solusi dan memikirkan nasib para petani lada. Utamanya, kata dia, petani di Bangka Belitung yang paling terkena imbas merosotnya harga lada. "Jadi kita ingin ada campur tangan pemerintah secepatnya," tegasnya.
Tak hanya itu, Bambang juga mengatakan, penurunan lada di Babel diakibatkan adanya permainan dari perusahaan diluar Babel yang mengunakan merek dan Indikasi Geografis (IG). Padahal, kata ia, lada Babel sangat berbeda dengan lada dari luar Babel.
"IG itu tidak bisa sembarangan bisa keluar. Dalam persoalan ini BP3L lebih amanah dalam mengeluarkan IG itu yang kami beri dari Kemenkumham itu terindikasikan ilegal," kata dia.
Dijelaskannya, lada di Babel bisa keluar dengan adanya IG yang di rekomendasi oleh BP3L. "Masuk ke uji Lab di dekat kantor KPU baru di ekspor. Tapi mereka tetap dapat lisensi dari BP3L dan tidak masuk ke lab tapi langsung di ekspor. Ini sesuai dengan undang undang no 20 tahun 2016 pasal 101 dengan ancaman hukuman paling lama 4 tahun atau denda Rp 2 miliar," jelasnya lebih jauh.
Kondisi inilah yang terjadi terhadap lada di Provinsi Kepulauan Babel sejak 10 tahun terakhir. Bahkan ada perusahaan besar yang mengunakan brand Muntok White Pepper yang merupakan brand Bangka Belitung. (ahm)