JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menilai hal yang wajar adanya masyarakat yang mengeritik RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Namun, kata ia, kritikan itu harus menjadi masukan
untuk pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
"Silakan ditolak, kan baru RUU. Kalau Anda punya masukan, buruh punya masukan, sekarang waktunya," kata Mahfud MD di Jakarta, Senin, (17/2/2020).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini mempersilakan masyarakat untuk datang ke DPR menyampaikan masukan, terutama pada saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang akan mengundang berbagai pihak.
"Saya mau memberikan pasal sekian pasal sekian. Kalau enggak bisa, lewat saya. Ini enggak apa-apa, kalau betul ada yang tidak disetujui, diajukan saja," katanya.
Yang terpenting, kata dia, semua pihak harus menyepakati secara prinsip bahwa proses perizinan harus disederhanakan dan tidak merugikan buruh.
"Karena ini UU sebenarnya dahulu UU Cipta Lapangan Kerja, bukan undang-undang investasi. Jadi, jangan dikaitkan dengan investor," katanya.
Mengenai banyaknya penolakan terhadap muatanomnibus lawitu, menurut Mahfud, justru bagus karena ada yang menanggapi.
"Semuanya terbuka. Silakan Anda beri masukan, ini bagus untuk semua karena ini negara demokrasi," kata Mahfud.
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengaku kesal terhadap kebijakan pemerintah yang membuat draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja dalam lingkup Omnibus Law. Iqbal bahkan menyumbar pemerintah dengan menyebut "tidak memiliki otak" karena kebijakannya yang dinilai mendiskreditkan kaum pekerja.
“Gak ada otaknya itu pemerintah dan pengusaha, kamu boleh kutip itu,” ujarnya saat konferensi pers di HotelMega Proklamasi, Jakarta Pusat, Minggu, (16/2/2020).
Bukan tanpa alasan Iqbal berujar demikian, Pasalnya, menurut Iqbalada tiga prinsip pekerjaan yang dihilangkan oleh pemerintah dalam RUU ini, yaitu kepastian kerja (job security), kepastian upah pekerja (income security), dan kepastian jaminan sosial (sosial security).
Mengenai kepastian kerja dalam RUU ini, hal itu dibuktikan dari isi RUU ini yang menunjukkan tidak adanya batas waktu dalam praktik kerja outsourcing. Menurut Iqbal, agen-agen penyalur outsourcing atau penyalur tenaga kerja perusahaan begitu lebar diberi ruang oleh pemerintah.
Akibatnya, pekerja kontrak tidak dapat digunakan untuk jenis pekerjaan yang bersifat tetap. Pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, harus menggunakan pekerja tetap.
Selain itu, RUU Cipta Kerja ini juga membuat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan dipermudah dan penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) unskilled labor juga turut dipermudah. Inilah alasan Iqbal menilai tidak ada kepastian kerja (Job Security) dalam regulasi teranyar ini. (Al)