JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di DPR menilai penerapan kedaruratan kesehatan dalam penanggulangan wabah corona atau Covid-19 telah sesuai dengan koridor UU Kekarantinaan Kesehatan. Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerapkan kebijakan tersebut dalam skema Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Presiden Jokowi mengurungkan niatnya yang awalnya hendak memberlakukan konsep darurat sipil. Sejumlah pihak sebelumnya juga telah menyuarakan agar pemerintah menerapkan skema yang lebih tegas dalam situasi terkini akibat wabah corona, yakni karantina wilayah atau local lockdown.
Kendati tak jadi diberlakukan, Ketua Fraksi PPP di DPR, Arsul Sani, meminta pemerintah turut melibatkan Polri dalam peraturan yang kini telah ditetapkan. Menurutnya, peran Polri tetap diperlukan untuk mengontrol mobilitas masyarakat yang terkadang acuh terhadap aturan pemerintah dalam menangani Covid-19.
"Polri tetap kita minta untuk melakukan penegakan hukum yang tegas, namun tetap mengedepankan sikap persuasif dan restoratif," kata Arsul saat dikonfirmasi TeropongSenayan, Selasa (31/3/2020).
Anggota Komisi Hukum (Komisi III) DPR RI ini menuturkan, pihaknya telah membahas sejumlah tugas dan tanggungjawab Polri untuk turut aktif membantu pemerintah dalam menekan laju penyebaran virus corona. Pembahasan itu telah disepakati dalam rapat Komisi III DPR RI bersama Kapolri dan seluruh Kapolda se-Indonesia yang digelar hari ini, (31/3) di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat.
"DPR dan Polri sepakat untuk mengedepankan penegakan hukum yang tidak semata-mata hanya represif, tetapi juga preventif dan preemptive," ungkapnya.
"Sehingga tidak kemudian menjadikan banjirnya proses hukum untuk hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan PSBB," imbuh Arsul.
Legislator dari dapil Jawa Tengah X ini menjelaskan, UU Nomor 6 Tahun 2018 memang tidak secara spesifik mengatur peran Polri dalam menegakkan hukum di tengah darurat kesehatan. Namun, lanjut dia, regulasi kedaruratan kesehatan yang disertai dengan PSBB tetap akan mensejajarkan berbagai peraturan perundangan-undangan setingkat peraturan menteri atau Perda yang harus dipatuhi oleh masyarakat.
"Nah, ketika ada warga masyarakat yang melanggarnya, maka Polri bisa bertindak terhadap mereka dalam konteks penegakan hukum pidana dalam bentuk pelanggaran terhadap pasal-pasal pidana," ujar Arsul.
"Di UUNomor 6 Tahun 2018 ada 1 pasal pidana, yakni Pasal 93, kemudian di UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana ada pasal 77 yang mengatur soal pidana dan Pasal 212, 216 KUHP yang semuanya merupakan tindak pidana umum dimana Polri punya kewenangan sebagai penegak hukumnya," pungkasnya menjelaskan. (Allan)