JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) – Beberapa hari lalu, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020. Isinya tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19.
Tak lama kemudian beberapa politisi berteriak mengritisi keluarnya Perppu tersebut. Beberapa di antaranya, politikus senior Partai Amanat Nasional Amien Rais, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin, mantan Menteri Kehutanan MS Kaban.
Lantas ada pula nama guru besar ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia yang juga menantu mantan Wakil Presiden Muhammad Hatta, Sri Edi Swasono, dan mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi Abdullah Hehamahua.
Mereka mengajukan gugatan uji materi ke MK. Ada tiga pasal yang dipersoalkan para pemohon. Yaitu Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 1, 2, dan 3; Pasal 27, dan Pasal 28. Pemohon meminta ketiga pasal ini dibatalkan karena dianggap bertentangan dengan konstitusi dan tak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Ahmad Yani, kuasa hukum Amien Rais cs menilai Perppu itu berlebihan. Mereka membuat Perppu tersebut agar kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang terjadi pada 2020-an terjadi lagi dan terbongkar.
"Pasal 27 ayat 2 menyatakan tidak dapat dituntut, artinya juga sudah mengambil kewenangan yudisial, kehakiman, sangatfull of power," kata Ahmad Yani.
Menanggapi hal itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM, Mahfud MD melontarkan cuitannya lewat akun twitternya @mohmahfudmd, pada Sabtu ini (18/4/2020). "Tak ada yang melarang mengkritisi isinya di DPR atau mengujinya dengan judicial review ke MK atas Perpu tersebut jika ada potensi dikorupsikan," katanya.
Dengan adanya kritik, bisa diperoleh hasil yang baik mengenai Perpput tersebut. "Dari semuanya nanti bisa lahir keputusan yang baik bagi bangsa," kata Mahfud yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi.
Mahfud menjelaskan bahwa Perppu tersebut dibuat agar rakyat terlindungi dari keterpurukan sosial dan ekonomi lantaran wabah COVID-19.