JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Keberadaan staf khusus (stafsus) dari kalangan milenial diharapakan publik mampu memberikan masukan-masukan dan ide-ide yang out of the box bagi pemerintahan.
Namun harapan publik tersebut terciderai dengan adanya aroma konflik kepentingan yang mencuat baru-baru ini. Dimana beberapa perusahaan milik stafsus milenial itu ikut andil dalam sejumlah program kebijakan pemerintah saat ini.
Misalnya saja, perusahaan milik stafsus milenial bernama Andi Taufan Garuda Putra yaitu PT Amartha Mikro Fintek ikut ikut dalam program Relawan Desa Lawan Covid-19 yang digulirkan pemerintah. Dan perusahaan rintisan milik Adamas Belva Syah Devara bernama Ruang Guru yang menjadi mitra pemerintah dalam program Kartu Prakerja.
Menanggapi hal tersebut, politikus PDIP Darmadi Durianto mengingatkan agar keberadaan stafsus milenial di pemerintahan tidak dipengaruhi oleh kelompok-kelompok kepentingan yang ada dilingkaran istana saat ini.
"Stafsus milenial dibina jangan dibinasakan. Mereka adalah aset bangsa. Mereka kaya ilmu pengetahuan hanya saja masih miskin pengalaman, apalagi pengalaman politik. Saya berharap senior-senior jangan seret mereka ke lembah hitam. Ajarin mereka moral yang baik. Sayang kalau sampai dikorbankan. Hindarkan mereka dari konflik kepentingan, umur mereka masih muda," tandas Bendahara Megawati Institute itu kepada wartawan, Minggu (19/04/2020).
Tak hanya itu, Darmadi juga mendesak agar stafsus milenial itu berani mengubur syahwat bisnisnya ketika sudah berada di pemerintahan. Mestinya bisa membedakan mana kepentingan bisnis dan kepentingan negara.
"Ada Gurita bisnis dilingkaran istana. Sebaiknya perusahaan-perusahaan mereka mundur dari proyek-proyek pemerintah. Seperti Ruang Guru, Amartha dan sebagainya. Biarkan bisnis mereka berkembang secara alami. Mereka harus sadar bahwa mereka adalah pejabat publik," tandas Anggota Komisi VI DPR itu.
Adapun terkait potensi pelanggaran hukum dibalik keterlibatan perusahaan milik salahsatu stafsus milenial dalam program Relawan Desa Lawan Covid-19, Darmadi berpandangan bahwa masalahnya tidak sejauh itu.
"Mungkin secara hukum tidak salah, tapi moral berbisnis kurang baik. Sebaiknya bertobat dan hati-hati mulai sekarang. Sekolah boleh tinggi dan terkenal di luar negeri. Tapi minim pengalaman. Pokoknya jangan terjebak dan tergiur uang-uang yang diperoleh dari cara yang salah," tandasnya.
Sekali lagi, Darmadi mengingatkan agar para stafsus milenial tersebut tidak menggunakan aji mumpung dalam membesarkan perusahaan miliknya.
"Jangan terbuai kejar keuntungan besar karena jadi pejabat publik. Tapi andalkan pada kompetensi berbisnis. Mari kita selamatkan mereka," pungkasnya.
Seperti diketahui, perusahaan rintisan milik dua stafsus milenial Adamas Belva Syah Devara dan Andi Taufan Garuda Putra yaitu PT. Amartha Mikro Fintek dan Ruang Guru menjadi mitra pemerintah dalam sejumlah program ditengah pandemi Covid-19.
Adapun perusahaan milik Adamas Belva Syah Devara menjadi mitra pemerintah dalam pelaksananaan program Kartu Prakerja.
Dalam program tersebut, setiap penerima mendapat bantuan biaya pelatihan sebesar Rp 1 juta di tempat kursus yang ditunjuk pemerintah. Salah satunya Skill Academy by Ruang Guru. Belva saat ini masih menjabat sebagai Direktur Utama Ruang Guru.
Sedangkan keterlibatan PT. Amartha Mikro Fintek dalam program Relawan Desa Lawan Covid-19 belum bisa dipastikan ikut program setelah menuai protes dan kecaman dari publik.
Publik mengecam CEO Amartha, Andi Taufan Garuda Putra setelah diketahui menggunakan kop Garuda milik Sekretariat Kabinet dalam suratnya yang ditujukan kepada para camat se-Indonesia dalam rangka meminta dukungan untuk Amartha dalam menjalankan program Relawan Desa Lawan Covid-19.