Berita
Oleh Alfin Pulungan pada hari Selasa, 21 Apr 2020 - 14:17:23 WIB
Bagikan Berita ini :

Miris, AJI Jakarta Laporkan 23 Jurnalis Terkena PHK Sepihak Akibat Wabah Korona

tscom_news_photo_1587449883.jpg
Ilustrasi pekerja media terkena PHK (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menerima pengaduan dari 23 jurnalis dan pekerja media yang mengalami masalah ketenagakerjaan di sejumlah perusahaan media selama wabah korona. Berdasarkanlaporan hingga 20 April lalu, rata-rata keluhan yang diterima AJI Jakarta dan LBH Pers adalah masalah pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Persoalan ketenagakerjaan yang diterima itu kebanyakan adalah PHK sepihak oleh perusahaan secara mendadak," kata Ketua Divisi Serikat Pekerja AJI Jakarta Taufiqurrohman dalam keterangan tertulisnya, Selasa (21/4/2020).

Taufiqurrohman menuturkan, PHK itu disebut sepihak karena perusahaan memberitahukan kepada pekerja pada bulan berjalan, atau sebelum para pekerja menerima gaji mereka. Padahal, lanjut dia, gaji bulan sebelumnya pun belum dibayar. Perusahaan terpaksa melakukan itu karena mengaku kesulitan keuangan.

"Pada hari itu juga pekerja dirumahkan tanpa mekanisme yang jelas," ujar Taufiqurrahman.


TEROPONG JUGA:

> Pekerja Yang Terkena PHK Melonjak, DPR: Bisa Menyebabkan Gejolak Sosial

> Dampak Wabah Corona, Stress Akibat PHK Sebabkan Rentetan Bunuh Diri

> Nasib Buruh PHK Ada Ditangan Pemerintah


Pada laporan kasus PHK dengan pesangon, Taufiqurrohman mengungkapkan, jumlah pesangon yang ditawarkan perusahaan tidak sesuai dengan ketentuan UU. Beberapa perusahaan, misalnya, hanya memberikan pesangon sebanyak dua kali gaji yang dibawa pulang atautake home pay.

Menurutnya, PHK karena efisiensi sebenarnya diatur dalam Pasal 164 ayat 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Standar pesangon yang diberikan perusahaan itu seharusnya dua kali uang pesangon, satu kali uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak. Jumlah uang pesangon ditentukan berdasarkan masa kerja.

Dalam pengaduan yang lain, perusahaan meminta pekerja untuk mengambil cuti tahunan atau cuti tanpa dibayar. Aturan ini, kata Taufiqurrahman, sangat merugikan pekerja karena upah tidak dibayar sehingga pekerja tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Selain itu, AJI Jakarta juga mendapatkan laporan ada keputusan PHK yang ditangguhkan karena pekerja mempertanyakan kebijakan tersebut. Namun, perusahaan malah memutasi pekerja itu ke posisi yang tidak sesuai dengan kompetensinya sebagai jurnalis. Misalnya dimutasi menjadi bagian administrasi dan keuangan.

LBH Pers dan AJI Jakarta pun mengimbau para pengusaha media untuk mendahulukan solusi yang terbaik untuk kedua pihak. Sebab, keterbukaan tentang kondisi keuangan perusahaan dan komunikasi menjadi dua indikator penting dalam membangun kepercayaan antara pekerja dengan pengusaha media.

Taufiqurrohman juga mengimbau para pekerja media untuk sadar akan hak-hak normatif pekerja agar meminimalisir pelanggaran-pelanggaran ketenagakerjaan.

Posko Pengaduan LBH Pers dan AJI Jakarta dibuka sejak dua pekan lalu. Mereka membuka pengaduan bagi jurnalis dan pekerja media yang mengalami persoalan ketenagakerjaan di tengah pandemi Covid-19. Setiap pengaduan yang masuk akan diberikan layanan konsultasi hukum secara online terlebih dahulu, dan mengisi formulir pada tautanbit.ly/Aduan-JCovid19. (Allan)

tag: #jurnalis  #aji  #phk  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement