Berita
Oleh Alfin Pulungan pada hari Saturday, 09 Mei 2020 - 09:30:00 WIB
Bagikan Berita ini :

Sarbumusi: THR Tak Bisa Ditawar-tawar, Pengusaha Wajib Bayar

tscom_news_photo_1588989452.jpg
Pekerja menuntut THR (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Presiden DPP Konfederasi Sarikat Buruh Muslim Indonesia (Sarbumusi) Syaiful Bahri Anshori mengatakan Tunjangan Hari Raya (THR) wajib di bayarkan oleh perusahaan sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan.

Pasal tersebut berbunyi "Pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan kepada Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus atau lebih."

"Artinya kewajiban ini punya konsekuensi hukum dan tidak bisa ditawar-tawar lagi," kata Syaiful Bahri Anshori dalam keterangan tertulisnya, kemarin (8/5/2020).

Pandangannya tersebut sama dengan pandangan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dan Serikat pekerja lainnya bahwa secara hukum THR menjadi kewajiban yang harus dibayarkan oleh pengusaha. Pemerintah pun sudah menerbitkan Surat Edaran No.M/6/HI.00.01/V/2020 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan dalam Masa Pandemi Covid-19.

Surat yang diteken Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah pada 6 Mei 2020 ini ditujukan untuk seluruh gubernur yang memuat empat poin. Pertama, memastikan perusahaan agar membayar THR kepada buruh sesuai peraturan perundang-undangan. Kedua, untuk perusahaan yang tidak mampu membayar THR pada waktu yang ditentukan sesuai peraturan perundang-undangan, solusinya harus diperoleh melalui proses dialog antara pengusaha dan buruh.

Ketiga, perusahaaan diimbau untuk melaporkan kesepakatan pengusaha dan buruh mengenai pembayaran THR itu kepada dinas ketenagakerjaan. Keempat, kesepakatan mengenai waktu dan cara pembayaran THR keagamaan dan denda tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar THR kepada buruh dengan besaran sesuai peraturan dan dibayarkan pada tahun 2020.

"Bagi perusahaan yang mampu dan tidak terlalu terdampak Covid-19, maka perusahaan tersebut wajib membayar ketentuan THR sebagaimana diamanatkan oleh Permenaker Nomor 6 Tahun 2016," tegasnya.

Lebih lanjut Syaiful memaparkan mekanisme pembayaran THR. Pertama, pembayaran THR secara bertahap yang disepakati oleh pengusaha dan pekerja.


TEROPONG JUGA:

>Covid-19 Jadi Alasan Pengusaha Tak Bayar THR, Legislator PKS: Keji Sekali

>Deg-degan Soal THR: KSPI Duga Pekerja Tak Dapat THR, Kemenaker Bilang...

>Hore, Semua PNS Dapat THR, Kecuali Kelompok Ini


Kedua, bisa dilakukan penundaan apabila perusahaan tidak mampu sama sekali sesuai waktu yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, dengan waktu sesuai kesepakatan para pihak.

"Ketiga, kesepakatan ini juga mengatur tata cara denda keterlambatan pembayaran sesuai dengan Pasal 10 Permenker Nomor 6 Tahun 2016," paparnya.

Pasal 10 tersebut berbunyi:

(1) Pengusaha yang terlambat membayar THR Keagamaan kepada Pekerja/Buruh

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) dikenai denda sebesar 5% (limapersen) dari total THR Keagamaan yang harus dibayar sejak berakhirnya batasan waktu kewajiban Pengusaha untuk membayar.

(2) Pengenaan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan kewajiban Pengusaha untuk tetap membayar THRKeagamaan kepada Pekerja/Buruh.

(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola dan dipergunakan untukkesejahteraan Pekerja/Buruh yang diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjiankerja bersama.

Syaiful menerangkan, pihaknya mempunyai sikap bahwa untuk menjamin kesepakatan itu dilaksanakan maka wajib dilaporkan kepada Disnaker setempat, serta pengawas harus pro aktif dalam mekanisme kontrol dan pengawasan terhadap pelanggaran bagi perusahaan yang tidak melakukan pembayaran THR dan atau tidak melaporkan ke Disnaker, pengawas bisa memberikan sanksi pelanggaran norma kerja kepada perusahaan yang melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan tersebut.

Menurutnya, perlu pahami bersama bahwa surat edaran ini hanya berlaku bagi perusahaan yang terdampak Covid-19. Bukan yang nyata-nyata mampu karena perusahaan yang mampu harus dan wajib membayar sesuai dengan permenaker 6/2016.

"Selain itu ketentuan ini berlaku hanya karena dampak Covid-19. Bila situasi normal yang berlaku adalah Permenaker Nomor 6 Tahun 2016," ujarnya.

Syaiful Bahri juga menghimbau kepada perusahaan untuk mengedepankan dialog dan terbuka pada kemampuan dan kesulitan perusahaan, sehingga pekerja/buruh tidak dipersulit dalam kondisi yang kesulitan ini.

Tak lupa, ia juga menyerukan kepada semua pihak untuk sama-sama menjaga hubungan industrial yang harmonis, tidak saling mengorbankan dan bersama-sama menghadapi dampak pandemi Covid-19 ini.

tag: #thr  #sarbumusi  #phk  #buruh  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement