JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Seiring diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2020 mengenai Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk meredam dampak pandemi COVID-19, Pemerintah
juga telah mengumumkan perkiraan total anggaran yang diperlukan, yaitu sebesar Rp641,17 triliun.
Anggota Komisi XI DPRFraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin mengimbau Pemerintah untuk menjaga efektivitas pengalokasian dan pembiayaan anggaran untuk program tersebut.
“Penentuan alokasi anggaran untuk Program PEN ini harus jelas, selektif, komprehensif, dan tepat sasaran karena menyangkut uang negara yang harus dipertanggungjawabkan dengan baik. Selain digunakan sebagai instrumen penyelamatan dunia usaha, program PEN juga diperlukan untuk menjaga
daya tahan konsumsi kebutuhan dasar terutama bagi penduduk miskin dan rentan terdampak COVID-19. Hal ini memang penting mengingat wabah ini tidak hanya berimbas pada rantai pasokan, tetapi jugasisi permintaan,” ujar Legislator Muda Dapil Jawa Barat VII ini.
Sebelumnya, dalam konferensi pers (18/5/2020), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan rekap dana program PEN antara lain mencakup dukungan konsumsi bagi penduduk miskin terdampak COVID-19, stimulus bagi UMKM berupa penjaminan kredit modal kerja baru dan subsidi bunga, dukungan investasi BUMN melalui dana kompensasi dan dana talangan, penyertaan modal negara (PMN), hingga penempatan dana pemerintah untuk perbankan yang melakukan restrukturisasi kredit UMKM.
Namun, Puteri memandang bahwa alokasi anggaran PEN patutnya terus mengutamakan penyelamatan sektor UMKM.
“Sektor UMKM dan informal sangat rentan terdampak COVID-19 sehingga harus terus menjadi prioritas dalam program pemulihan ekonomi, mengingat peran besarnya dalam menggerakkan roda perekonomian nasional dan penyerapan tenaga kerja. Sementara pada segmen korporasi seperti BUMN,alokasi PEN justru perlu dilakukan dengan selektif terhadap kegiatan usaha yang mempengaruhi hajat hidup masyarakat maupun memiliki efek berganda terhadap perekonomian,” tukas Puteri.
Lebih lanjut, Puteri juga mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam pemenuhan pembiayaan program PEN dengan mempertimbangkan risiko makro ekonomi yang ditimbulkan seperti inflasi.
Untuk diketahui bersama, dana pelaksanaan Program PEN dapat bersumber dari APBN dan/atau sumber lainnya.
Pemerintah juga dapat menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) yang dapat diserap oleh Bank Indonesia di pasar primer, yang kini tengah dalam proses pembahasan antara Pemerintah dan Bank Indonesia.
“Pemerintah bersama Bank Indonesia perlu segera menyepakati formulasi pemenuhan pembiayaan PEN dengan mengutamakan kepentingan nasional, mempertimbangkan pembagian beban dan risiko dengan saksama," kata Puteri.
Politisi kelahiran Bandung ini menuturkan kalau pemerintah perlu memperjelas proporsi pembiayaan dari skema above the line maupun below the line.
"Terutama dengan memperhatikan efektivitas pengelolaan pembiayaan tersebut, seiring melebarnya perkiraan defisit APBN yang memicu tingginya risiko pengelolaan fiskal,”
tuturnya.
Puteri juga menekankan pentingnya aspek pengawasan dan evaluasi dalam pelaksanaan program PEN untuk memastikan agar manfaatnya benar-benar untuk kemakmuran masyarakat dan meminimalkanpotensi penyalahgunaan anggaran.
"Yang tidak kalah penting, pengawasan dan evaluasi secara internal maupun eksternal oleh APIP, BPKP, dan BPK harus berjalan dengan maksimal pada setiap tahapan untuk menghindari penyalahgunaan anggaran dan moral hazard,” tutupnya.