Berita
Oleh Alfin Pulungan pada hari Saturday, 13 Jun 2020 - 07:30:00 WIB
Bagikan Berita ini :

Wong Solo Gugat Perppu Pilkada, DPR Minta MK Pertimbangkan Banyak Aspek

tscom_news_photo_1592001154.jpg
Gedung Mahkamah Konstitusi (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Paguyuban Warga Solo Peduli (PWSPP) mengajukan judicial review atau uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara online di situs resmi MK, Senin (8/6/2020).

Menanggapi hal itu Komisi II DPR meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mempertimbangkan banyak aspek atas gugatan tersebut. Pasalnya, pemerintah bersama DPR telah menyepakati penyelenggaraan Pilkada 2020 pada penghujung tahun. Penetapan jadwal itu juga telah mempertimbangkan soal kondisi pandemi di Indonesia.

"Mengajukan gugatan menjadi hak setiap warga negara. Pertimbangan MK, saya pikir kita percaya sama MK. Hanya saja munculnya Perppu karena Pilkada serentak tidak bisa di 23 September 2020 akibat pandemi Covid," kata anggota komisi II DPR, Teddy Setiadi, saat dihubungi, Jumat, 12 Juni 2020.

Penggugat mempersoalkan Pasal 201A Ayat (1) dan (2) Perppu tersebut. Pasal itu menyebutkan bahwa pemungutan suara Pilkada Serentak di 270 daerah ditunda hingga Desember 2020. Penundaan tersebut dilakukan akibat terjadinya bencana nonalam Covid-19. Menurut pemohon, bunyi pasal itu tidak sesuai dengan kondisi Indonesia yang masih terpuruk akibat pandemi Covid-19.

Selain itu, pemohon juga menilai bahwa Perppu tersebut bertolak dengan Undang Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 22 Ayat (1) yang berbunyi, "Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang."

Mengacu pada Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009, MK telah memberikan 3 syarat Perppu dapat dikeluarkan. Pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum. Kedua, undang-undang tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang tetapi tidak memadai. Ketiga, kekosongan hukum itu tidak dapat diatasi dengan pembuatan undang-undang karena perlu waktu yang lama sedangkan keadaan yang mendesak perlu segera diselesaikan.

Teddy menjelaskan, penerbitan Perppu Pilkada ini sudah memenuhi unsur kegentingan memaksa. Pertimbangannya salah satunya, papar dia, terdapat 4 tahapan Pilkada yang ditunda oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) akibat pandemi. Yakni pelantikan Panitia Pemungutan Suara (PPS), verifikasi syarat dukungan calon perorangan yang belum disahkan, menunda pembentukan petugas pemutakhiran data pemilih dan tahapan menunda pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih Pilkada 2020.

Selanjutnya KPU mengajukan kepada Komisi II DPR, tiga opsi waktu penundaan Pilkada 2020, yakni Desember 2020, Maret 2021 dan September 2021. Kemudian Komisi II mengadakan rapat dengan Mendagri, KPU, Bawaslu, DKPP serta meminta masukan dari Gugus Tugas Pemerintah untuk Percepatan Penanganan Covid-19. Akhirnya disimpulkan tidak ada yang mengatuhi kapan pandemi ini berakhir, maka dipilih opsi Pilkada digelar 9 Desember 2020.

"Kita harus ada kepastian dan agar pemerintahan tetap berjalan, opsi pelaksanaan Pilkada 9 Desember 2020 dengan protokol Covid yang diambil," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

Selain itu, sambung Teddy, dalam Pasal 201A ayat 3 Perppu Pilkada menyebutkan jika pemungutan suara tidak bisa dilaksanakan pada Desember, pelaksanaan dijadwalkan kembali setelah bencana non-alam Covid-19 berakhir.

"Di dalam Perppu juga ada pasal karetnya bahwa penundaan Pilkada bisa dilakukan kapan saja," ungkap Teddy.


TEROPONG JUGA:

>DPR Terus Kawal Pemenuhan Anggaran Pilkada 2020


Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Guspardi Gaus, menambahkan selain Pilkada 2020 digelar pada 9 Desember akibat pandemi Covid-19 tidak dapat diprediksi kapan berakhir, pertimbangan lainnya adalah terdapat 47 negara yang juga melaksanakan Pemilu di tengah pandemi ini.

"Ada 47 negara yang melaksanakan Pemilu. Tidak ada yang menunda sampai 2021. Sebab itu kita menyetujui gagasan pemerintah laksanakan Pilkada 9 Desember 2020," kata Guspardi saat dihubungi terpisah.

Legislator dari dapil Sumatera Barat ini juga mengatakan MK dalam mensidangkan uji materi ini tentu sebelum memutuskan akan meminta pendapat para ahli, penggugat, pemerintah, termasuk DPR. Ia juga yakin bahwa nantinya pemerintah akan memberikan penjelasan yang sama dengan alasan DPR mengapa Pilkada serentak digelar pada 9 Desember 2020.

"MK tentu akan mensidangkan, minta pendapat para ahli, ditanya ke penggugat, lalu kepada pemerintah," pungkas Anggota Badan Legislasi DPR ini.

tag: #pilkada-2020  #komisi-ii  #mahkamah-konstitusi  #teddy-setiadi  #solo  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
AMIN BANNER 01
advertisement
AMIN BANNER 02
advertisement
AMIN BANNER 03
advertisement
AMIN BANNER 04
advertisement
AMIN BANNER 06
advertisement
AMIN BANNER 08
advertisement
Berita Lainnya
Berita

Pengiriman Bantuan untuk Korban Gempa Terkendala Kapal, NU Bawean Minta Jokowi Turun Tangan

Oleh Sahlan Ake
pada hari Jumat, 29 Mar 2024
GRESIK (TEROPONGSENAYAN) --Pengiriman bantuan logistik/sembako untuk korban Gempa Bawean, Gresik, terkendala menyusul minimnya armada kapal barang yang melayani penyeberangan dari Pelabuhan ...
Berita

Rojih Ubab Maimoen: Media Sosial Bisa Dijadikan Amal di Bulan Ramadan

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Komisi 1 DPR RI, KH. Rojih Ubab Maimoen mengajak masyarakat untuk mengunakan media digital dengan sebaik-baiknya. Apalagi, kata ia, di bulan Ramadan yang penuh ...