JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Diskusi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) bertajuk #PapuanLivesMatter beberapa hari lalu, memicu polemik.Berbagai pihak menilai kebebasan berpendapat menjadi hak warga negara.
Sedangkan pihak lainnya menilai pernyataan BEM UI terkait kehidupan di tanah Papua tidak mewakili civitas UI.
Mantan Duta Besar Indonesia untuk Kolombia Michael Manufandu mengatakan, terselenggaranya acara diskusi #PapuanLivesMatter merupakan hak warga negara mengenai kebebasan berpendapat.
Namun ditekankannya, terdapat peraturan dan etika publik agar masyarakat dapat tetap santun dalam tutur kata dan memberikan pendapat.
"Universitas Indonesia dengan berbagai perangkat pimpinan atau rektornya mempunyai kewenangan untuk menghasilkan produk mahasiswa yang bagus, bernilai tinggi, dan berkarakter," ungkap Michael Manufandu pada Senin (15/6/2020).
"Memang perlu dipertanyakan, banyaknya pelanggaran pada acara tersebut. Perlunya teguran, peringatan, sanksi dan lain-lain, agar dapat mengevaluasi diskusi yang menyebabkan dampak yang meluas di ranah publik," tambahnya.
Pelanggaran tersebut disebutkannya berupa diskusi yang dinilai mengandung unsur berbeda pendapat yang ekstrim.
Oleh karena itu, keteraturan, hirarki, prosedur, dan metode perlu diterapkan oleh organisasi yang di usung BEM UI.
Sebab menurutnya, Universitas Indonesia mempunyai aturan berlaku dalam membina mahasiswa.Organisasi BEM UI pun ditegaskan Michael Manufandu harus berjalan sesuai aturan sesuai dengan hirarki organisasi.
"Universitas Indonesia memberlakukan aturan tersebut dan akan menekankan kembali kepada BEM UI. Keteraturan, hierarki, prosedur dan metoda akan diberlakukan sesuai ketetapan terlebih pada BEM UI," jelas Michael Manufandu.
"Kebebasan berpendapat harus diatur agar tidak menyalahi aturan yang berlaku," lanjutnya.
Sehubungan dengan adanya diskusi #PapuanLivesMatter, pihaknya kembali menekankan kepada Universitas bagaimana pimpinan Universitas memberikan reward dan punishment bagi organisasi BEM UI yang telah menyelenggarakan acara tersebut.
Jika pimpinan universitas melihat adanya pertentangan, katanya harus diberikan sanksi tersendiri.
"Kebebasan akademisi harus berpikir realistis berpikir bagaimana dampak yang akan terjadi," jelas Michael Manufandu.
"Pimpinan harus melihat bagaimana ke depan dampak tersebut, sebagaimana acara yang sama," ungkapnya.
Ajukan Izin
Terkait hal tersebut, Kepala Biro Humas dan KIP UI, Amelita Lusia mengatakan BEM UI sudah mengajukan perizinan untuk mengadakan acara diskusi #PapuanLivesMatter.
Namun surat baru diterima Direktorat Mahasiswa (Dirmawa) pukul 11.00 WIB dan kegiatan dilaksanakan pada pukul 19.00 WIB.
Pihak Dirmawa sudah memberikan saran berdasarkan narasumber yang terlihat hanya satu pihak perlu dievaluasi, untuk mengikuti sertakan pihak pro dan kontra sehingga acara terselenggara dengan baik.
Akan tetapi, acara tersebut tetap berlangsung sesuai jadwal.Pihak Dirmawa sudah memberikan tanggapan namun tidak ada lagi komunikasi dengan pihak BEM UI.
"Ketika diskusi publik hanya ada narasumber satu pihak maka perlu dievaluasi kegiatan tersebut, agar tidak terjadi pro dan kontra di masyarakat atau ranah publik," ungkap Amelita Lusia.
"Diskusi yang baik perlu ada perbedaan pendapat, sehingga tidak seperti diskusi #PapuanLivesMatter. Perlu ada pembanding dari pihak pro dan kontra," ujarnya
Sanksi yang diberikan untuk BEM UI akan dipertimbangkan oleh civitas akademika, sehingga membuat efek jera kepada mahasiswa.
Rasisme Berbeda
Menanggapi hal tersebut Wawan Hari Purwanto, Deputi-VII BIN, mengatakan bahwa kasus rasialisme di Indonesia tidak bisa disamakan dengan yang ada di Amerika, hal tersebut tidak ada kaitannya.
Perlunya melihat situasi dengan proporsional, kasus Papua juga sudah selesai di ranah PBB.
"Mengkritisi tidak bermasalah, namun yang sudah disahkan tidak perlu dipermasalahkan kembali," ungkap Wawan Hari Purwanto.
Pada dasarnya pemerintah Indonesia telah membangun wilayah Papua dengan kecepatan tinggi dan infrastruktur yang lebih baik.
Produk objek vital nasional dan sarana prasarana pun diungkapkannya sudah ditujukan untuk masyarakat Papua.
"Opini publik yang terus diusung perlu dipertimbangkan dengan baik, harus mengikuti aturan dan jangan sampai melanggar," ungkap Wawan Hari Purwanto.
"Institusi UI sudah seharusnya memahami hal tersebut untuk mengadakan sebuah diskusi, harus diimbangi dengan kedua sisi pro dan kontra tidak hanya satu sisi," jelasnya.
Dirinya menekankan pemerintah tengah mendorong bangsa Indonesia menuju ke masyarakat yang sejahtera adil dan makmur.
Termasuk, menyusun solusi untuk pembangunan Papua ke depan agar tampil lebih menarik dan sejahtera.