JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pemerintah tengan menyiapkan RAPBN TA 2021 sebagai instrumen untuk pemulihan pada masa transisi menuju normal pasca pandemi.
Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin mendorong pemerintah
untuk melakukan sejumlah terobosan, baik dari sisi perencanaan maupun penganggaran, untuk mencapai target pembangunan serta pemulihan akibat pandemi.
“RAPBN 2021 dihadapkan tantangan untuk pada akhirnya dapat mengembalikan disiplin fiskal menjadi 3 persen terhadap PDB secara bertahap. Oleh karenanya, diperlukan sejumlah reformasi dan terobosan, baik dari sisi perencanaan pembangunan maupun cakupan penganggaran yang terdiri atas
penerimaan, belanja, maupun pembiayaan,” ujar Puteri Dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI bersama Kementerian Keuangan dan Bappenas, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (23/06/2020).
Terkait penerimaan, Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar ini mengatakan bahwa reformasi harus sejalan dengan upaya pemulihan ekonomi.
Pandemi ini telah memicu distorsi terhadap agenda peningkatan penerimaan pajak terhadap PDB (tax ratio), apalagi upaya pengembalian kinerja penerimaan negara pasca krisis memerlukan waktu yang lebih lama.
“Mengingat ekonomi yang belum pulih akibat pandemi, tentu pemerintah menghadapi keterbatasan ruang untuk melakukan pemungutan secara cepat," kata Puteri.
Untuk itu, Puteri menuturkan perlu dilakukan mitigasi terhadap risiko stagnasi penerimaan di tengah tren pertumbuhan ekonomi global yang turun akibat pandemi.
Langkah yang dapat dilakukan misalnya dengan memberikan insentif pajak secara lebih selektif dan tepat sasaran sehingga pemerintah dapat menjaga stabilitas sektor ekonomi utama. Selain itu, pemerintah dapat memperluas barang kena cukai dengan tetap memperhatikan kondisi dunia usaha
dan dampaknya terhadap daya beli masyarakat,” tuturnya.
Dari sisi anggaran belanja, Ketua Kaukus Pemuda Parlemen Indonesia (KPPI) ini merasa pemerintah perlu terus mempertajam struktur pengeluaran yang awalnya bersifat nonproduktif menuju pengeluaran yang bersifat produktif serta memberikan efek pengganda bagi masyarakat.
“Pemerintah perlu mengarahkan belanja Kementerian/Lembaga (K/L) untuk hal yang lebih produktif, Namun, ekspansi belanja untuk kebutuhan produktif ini juga harus dapat diukur tingkat produktivitasnya terhadap perekonomian masyarakat dan tentunya, langkah tersebut juga harus diiringi upaya perbaikan tata kelola penggunaan anggaran yang baik,” ungkapnya.
Sementara untuk perencanaannya, Puteri mengingatkan agar pemerintah cermat dalam penghitungan alokasi pos belanja antisipatif yang merupakan bagian dari reformasi anggaran 2021 dalam kebijakan belanja negara yang pemerintah canangkan.
Anggaran ini nantinya akan digunakan untuk memudahkan pemerintah melakukan langkah responsif terhadap ketidakpastian yang dapat sewaktu-waktu terjadi, seperti pandemi COVID-19.
“Alokasi belanja antisipatif perlu diperhitungkan dengan saksama untuk melihat kemungkinan risiko yang perlu ditanggung di masa depan dan jangan sampai anggaran ini menjadi celah penambahan defisit anggaran yang justru terus melebar. Karena sifatnya bisa diperkirakan (foreseeable expenditure), maka sudah seharusnya bisa direncanakan dengan cermat dan hati-hati,” pungkasnya.