JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, mengatakan DPR akan mengirim surat ke Kementerian Hukum dan HAM guna mengusulkan kembali pembahasan lanjutan Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dan revisi UU Pemasyarakatan (RUU PAS) yang sebelumnya sempat mandek karena mendapat protes massa pada 2019 lalu.
Arsul mengatakan pihaknya akan segera mengirim surat tersebut ke pemerintah dalam masa sidang IV DPR kali ini.
"Dalam masa sidang ini DPR akan sampaikan surat kepada pemerintah via Menkumham. Kalau saya bilang masa sidang ini ya artinya segera," kata Arsul saat dikonfirmasi, Selasa 23 Juni 2020.
Pada masa akhir sidang yang lalu, Pimpinan DPR dan pemerintah sudah sepakat kedua RUU carry over itu masuk Prolegnas Prioritas 2020. Pemerintah akhirnya menunggu aba-aba dari DPR agar kedua RUU itu dibahas agar lekas diselesaikan.
TEROPONG JUGA:
> DPR Minta RUU KUHP dan RUU PAS Dilanjutkan, Pemerintah Bergeming
Ketua Komisi III DPR Herman Herry pernah mengaku pembahasan RKUHP dan revisi UU Pemasyarakatan hanya akan berfokus pada pasal-pasal kontroversial yang selama ini jadi sorotan publik. Politikus PDI Perjuangan ini bertutur DPR tidak akan "membongkar ulang" keseluruhan naskah RUU tersebut. Ia juga membantah pembahasan RKUHP dan RUU PAS bakal dikebut dalam satu pekan.
"Kami hanya membahas pasal-pasal yang kontroversial, jadi tidak di bongkar ulang," kata Herman kepada wartawan, Jumat (3/4/2020).
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Supardji Ahmad, mengingatkan DPR dan pemerintah agar pembahasan kedua RUU kontroversial tersebut melihat urgensinya seraya konsisten dengan keputusan penundaan yang dulu, yakni menyerap aspirasi masyarakat.
"Apakah hal tersebut sudah dilaksanakan? Dalam situasi sekarang hendaknya semua energi diarahakan untuk mengatasi krisis kesehatan yang mungkin dapat mengarah pada krisis ekonomi," katanya saat dihubungi terpisah.
Terkait hal itu, Arsul enggan menjawab saat ditanya apakah pembahasan RUU carry over tersebut DPR akan menyerap aspirasi masyarakat. Sebab, selama ini ada banyak pasal yang jadi objek penolakan mahasiswa di kota-kota besar karena dinilai memuat sejumlah masalah. Bahkan mereka juga menilai masalah-masalah yang ada dalam RUU tersebut bisa memicu praktik "jual-beli" pasal.
"Kalau itu tidak dilakukan untuk apa ditunda. Kenapa tidak dari dulu disahkan. Inilah masalah kita, memberikan kepuasaan sesaat (namun) tidak menyelesaikan masalah fundamental," tandasnya.