JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini tiba-tiba bersujud di hadapan para dokter. Begini ceritanya.
Peristiwa itu terjadi saat Risma menerima pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur dan Surabaya, Senin (29/6) pagi. Dalam audiensi itu satu per satu pengurus IDI menyampaikan keluhan mereka selama menangani pasien Covid-19 di wilayah Surabaya.
Ketua Penyakit Infeksi Emerging dan Remerging (Pinere) RSUD Dr Soetomo, dr Sudarsono menyampaikan keluh kesahnya tentang rumah sakit yang melebihi kapasitas dan banyak warga tak patuh protokol kesehatan. Menurutnya, koordinasi RUSD Soetomo dan Pemkot Surabaya masih kurang.
“Kami dokter UGD di Soetomo kurang koordinasi dengan pihak Pemkot. Banyak yang mati sia-sia karena rumah sakit overload,” kata Sudarsono dalam dialog itu.
Sontak Risma berdiri dan meninggalkan tempat duduknya untuk bersujud di depan para dokter. Matanya memerah dan berkaca-kaca. Risma terlihat sujud dua kali, Selanjutnya Risma kemudian mengatakan bahwa selama ini pihaknya kesulitan berkomunikasi dengan pihak RSUD Dr Soetomo. "Karena kami tidak bisa masuk ke sana (RSUD Dr Soetomo untuk komunikasi)," kata Risma.
Risma mengungkapkan bahwa Pemko Surabaya sudah berulang kali mencoba berkomunikasi dengan RSUD Dr Soetomo. Namun, hasilnya tetap nihil.
Menurut Risma, Pemko Surabaya juga menawarkan bantuan alat pelindung diri (APD) ke pihak RSUD Soetomo. Tawaran bantuan itu ditolak dengan alasan bahwa RSUD Dr Soetomo sudah memiliki cukup APD.
"Tolonglah kami jangan disalahkan terus. Apa saya rela warga saya mati, kami masih mengurus orang meninggal sampai jam tiga pagi. Yang warga bukan Surabaya, kami masih urus. Saya memang goblok, saya tidak pantas jadi wali kota," kata Risma sambil menangis.
Penjelasan Lengkap Dokter
Dalam audiensi itu Sudarsono mengatakan, pasien COVID-19 di RSU dr Soetomo sudah overload. Namun masih banyak masyarakat di luar yang tak patuh protokol kesehatan.
"Pasien di RSU dr Soetomo sedikit yang keluar, masuk banyak. Karena overload harus ditolak. Saat pasien nangis ditolak saya nangis di poli. Apa lagi saat dua teman saya gugur (terpapar COVID-19), masyarakat seperti ini (masih berkerumun). Mohon ada koordinasi. Karena kita nggak bisa memulangkan jika tidak negatif dua kali," kata Sudarsono, Senin (29/6/2020).
Ia juga mengaku ingin menemui Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya. Dia ingin para staf Dinkes merasakan beratnya menggunakan APD seperti yang dilakukan para tenaga medis. Di saat lelah melanda, membuka APD harus tetap hati-hati karena berbahaya.
Sudarsono menambahkan, pihaknya menyesalkan masih banyaknya warga Surabaya yang tidak menerapkan protokol kesehatan. Yang membuat virus Corona terus menyebar.
"Saya ingin ketemu staf Bu Feny (Kadinkes) bagaimana rasanya mengeluarkan itu. Saat kita lelah akan sangat membahayakan. Yang di hulu sudah sangat bagus, di daerah itu saya pulang setengah 10 (malam) masih ada warung kopi anak-anak muda," jelasnya.