JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Anggota Komisi VII DPR RI Ratna Juwita Sari mengatakan kalau penghapusan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi Premium dan Pertalite baru sekedar wacana.
Pasalnya, sangat terlihat kalau hingga saat ini pemerintah belum mempersiapkan alternatif pengganti BBM bersubsidi tersebut.
“Terakhir Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Utama Pertamina, itu baru sekedar wacana. Sebab sampai sekarang juga belum ada alternatif BBM penggantinya, mengingat kedua BBM ini adalah BBM bersubsidi yang sudah digunakan secara massive oleh masyarakat,” kata Ratna melalui keteranganya, Rabu (08/07/2020).
Seperti diketahui, kalau rencana dihapuskan Bahan bakar Premium dan Pertalite pertama kali dilontarkan oleh Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati beberapa waktu lalu.
Alasannya BBM yang banyak digunakan oleh masyarakat kecil dan menengah ke bawah ini tidak ramah lingkungan hal tersebut ditambah dengan kesepakatan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 tahun 2017 mengenai batasan Research Octane Number (RON).
Lebih lanjut politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengatakan secara prinsip Komisi VII DPR sepakat dengan rencana tersebut mengacu pada Paris Agreement bahwa batasan RON minimum 91.
Namun Ratna menegaskan harus dipertimbangkan bagaimana BBM yang disiapkan untuk penggantinya dapat didistribusikan secara baik dan diakses dengan mudah oleh masyarakat.
“Kalau pun skema tersebut jadi dijalankan, sebaiknya alternatif pengganti yang diambil harus disosialisasikan dengan baik dan lebih ramah lingkungan,” tegasnya.
Ketika ditanya BBM alternatif apa yang tepat sebagai pengganti Premium dan Pertaline, legislator dari daerah pemilihan Jawa Timur ini mengusulkan Mogas 92.
“Mogas 92 itu bagus, dari smelter Cilacap,” katanya.
Politisi asal Jawa Timur ini menyebut bahwa emiten Mogas 92 tidak terlalu mahal dan penggunaan Mogas 92 juga dapat digunakan sebagai kampanye energi terbarukan, ditambah saat ini DPR sedang menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Energi Terbarukan.
“Emitennya lebih rendah, sudah Euro 4 juga. Kalau keeknomiannya bisa di support pakai subsidi juga kan,” pungkasnya.