JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Pakar hukum tata negara Refly Harun menyoroti majunya putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) Gibran Rakabuming Raka dalam kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kota Solo 2020.
Seperti diketahui, kalau DPP PDIP mengusung Gibran berpasangan dengan Teguh Prakosa, serta didukung sejumlah partai seperti Golkar, PAN, Gerindra, dan PSI.
Pasangan tersebut berpotensi menjadi calon tunggal di Kota Solo karena satu-satunya oposisi, PKS, tidak cukup memiliki kursi di DPRD untuk mengusung calon.
Menanggapi hal itu, Refly menyoroti kemungkinan Gibran bersaing melawan "kotak kosong" dan ia menilai kini sulit bagi PKS untuk mengajukan calon wali kota.
"Kalau semua partai mendukung Gibran, PKS ya mendukung GIbran juga. Kalau pengertian suara umat adalah suara rakyat, maka semuanya mencalonkan Gibran," ujar Refly Harun melalui channel Youtubenya, Selasa (21/07/2020).
Ia mengatakan pemilihan Walikota Solo 2020 sebagai paradoks kontes pemilihan umum di Indonesia dan partai lain di Solo seperti tidak mau lagi berkontestasi.
"Bagaimana mungkin ada pemilihan langsung tapi calonnya cuma satu dan yang menarik adalah partai-partai lain seperti malas, tidak mau lagi berkontestasi, menyerah," katanya.
Refly kemudian menuturkan kalau kondisi tersebut sama dengan pemilihan umum selama masa pemerintahan Soeharto dan seperti diketahui, selama bertahun-tahun Soeharto terpilih sebagai calon tunggal dalam Sidang Umum MPR.
"Seperti pemilihan Presiden Soeharto di setiap Sidang Umum MPR saja. Mulai MPR tahun 1973, 1978, 1988, kemudian 1993, 1998, akhirnya mengundurkan diri selalu dengan mekanisme calon tunggal, Bahkan ketika menggantikan Presiden Soekarno tahun 1967 dalam Sidang Istimewa, juga calon tunggal," tuturnya.
Ia menilai fenomena itu terjadi karena citra Jokowi di mata masyarakat Solo masih tinggi ditambah menurut Refly, masyarakat Solo menilai Jokowi adalah mantan wali kota yang berhasil.
Efek tersebut menimbulkan dampak positif terhadap elektabilitas Gibran sebagai putra sulung Jokowi dan selain itu, dampaknya adalah calon kepala daerah lainnya enggan melawan sosok yang erat berkaitan dengan Jokowi.
"Saya sudah menduga siapa pun yang akan melawan klan Jokowi di Solo, pasti akan kalah," pungkasnya.