JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Komisi Pendidikan (Komisi X) DPR mewanti-wanti pemerintah yang mengizinkan sekolah di zona kuning wabah membuka kembali aktifitas belajar tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Izin tersebut dikeluarkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim usai merevisi keputusan terdahulu yang hanya mengizinkan belajar tatap muka di daerah berstatus zona hijau.
Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Macan Efendi mengatakan pemerintah daerah perlu mengambil tanggungjawab untuk memastikan pembukaan sekolah benar-benar siap. Pasalnya, kriteria zona warna yang ditetapkan pemerintah sejatinya bukan daerah dengan pemisahan yang terukur. Selama mobilitas penduduk antar zona masih bebas, anak sekolah di setiap zona tetap rawan tertular virus.
"Perlu ada pengawasan ekstra ketat jika hal ini diberlakukan, karena tidak semua sekolah akan bisa menjalankan protokol kesehatan. Termasuk apakah pemerintah daerah juga siap menyediakan sarana rapid test, PCR, bagi guru dan murid," kata Dede saat dihubungi Ahad, 9 Agustus 2020.
Meski izin belajar tatap muka di sekolah bersifat opsional, Politikus Partai Demokrat ini mengaku keadaan saat ini memang ibarat memakan buah simalakama.
Di satu sisi, jika sekolah dibuka kembali, penyebaran virus yang sulit terdeteksi sangat dikhawatirkan menyerang siswa sekolah. Namun di sisi lain, jika sekolah masih harus bertahan menutup aktivitas belajar offline, banyak siswa dan guru kesulitan mengikuti sekolah online.
Dede Yusuf (kanan)
Selain itu, pembelajaran jarak jauh yang berkepanjangan dikhawatirkan mengancam banyak siswa putus sekolah karena terpaksa membantu keuangan keluarga di masa sulit akibat pandemi. Belum lagi masalah soal kesenjangan nilai karena akses teknologi yang tidak merata.
"Hal ini dilematis sekali. Karena sebagian orang tua menginginkan anak segera sekolah kembali, karena pembelajaran jarak jauh sangat memberatkan anak dan orang tua. Sebagian lagi orang tua tidak mau anaknya masuk dulu," kata Dede.
Legislator dari daerah pemilihan Jawa Barat II ini menyarankan pemerintah daerah yang wilayahnya masuk zona kuning memberi fasilitas jemputan khusus untuk anak-anak sekolah. Langkah ini, menurutnya, untuk mencegah terjadinya interaksi dengan masyarakat umum karena banyak siswa yang menggunakan transportasi umum untuk berangkat ke sekolah.
"Hal ini harus diantisipasi, bis sekolah jika ada. Tentu ini kreativitas masing-masing daerah. Bisa saja Pemda (pemerintah daerah) siapkan angkot khusus sekolah yang tidak tercampur dengan orang dewasa," jelasnya.
Abdul Fikri Faqih
Senada dengan Dede, Wakil Ketua Komisi X DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Abdul Fikri Faqih, menegaskan peraturan Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri yang baru saja direvisi untuk memberi izin wilayah berzona kuning membuka sekolah harus dilakukan monitoring dan evaluasi secara ketat, tidak hanya sekadar memberi izin lalu pemerintah lepas tangan begitu saja.
"Kalau ternyata tidak efektif atau malah terjadi akselerasi kenaikan paparan Covid-19, maka SKB 4 menteri ini harus segera dicabut," kata Fikri saat dihubungi terpisah.
Terkait hal tersebut, Fikri mengatakan pendidikan yang berjalan di musim pandemi tetap harus berjalan sesuai konkuren yang sudah didesentralisasikan. Ia mengatakan Pemerintah Pusat boleh mengatur soal aktivitas pendidikan sepanjang itu berkaitan dengan perguruan tinggi. Namun untuk sekolah setingkat SD, SMP, dan SMA, beserta pendidikan khusus, diserahkan kepada pemerintah daerah.
Lebih jauh legislator dari daerah pemilihan Jawa Tengah IX ini meminta penyediaan sarana protokol kesehatan untuk setiap sekolah yang dibuka tak hanya mengandalkan anggaran dari Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama. Untuk memastikan ketersediaan alat kesehatan tersebut, menurutnya, Gugus Tugas penanganan wabah juga harus mengalokasikan anggarannya.
"Sebaiknya Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mengalokasikan anggaran untuk pendidikan. Kalau hanya diserahkan ke Kemendikbud dan Kemenag maka tidak mungkin cukup," katanya.