JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Komisi X DPR RI menyoroti temuan Badan Anggaran (Banggar) DPR terkait tidak terserapnya anggaran pendidikan pada APBN 2023 sebanyak Rp 111 triliun. Besarnya anggaran yang tidak terserap membuat miris karena terjadi di saat masih kurangnya infrastruktur layanan pendidikan Tanah Air.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi mengatakan, pihaknya akan meminta Kemendikbudristek untuk menggelar audit dengan sejumlah pihak yang memperoleh 20 persen anggaran Pendidikan dari APBN.
"Kami sudah meminta agar Kemendikbudristek melakukan koordinasi audit bersama terkait anggaran pendidikan karena sebagian besar anggaran pendidikan tidak dikelola langsung oleh Kemendikbudristek," ungkap Dede Yusuf, Rabu (4/9/2024).
Menurut Dede, audit bersama ini sangat penting lantaran porsi anggaran pendidikan terbesar tidak dikelola langsung oleh Kemendikbudristek, melainkan sebagian besar dikelola oleh Kementerian/Lembaga (K/L) dan non K/L yang bukan di bawah naungan Kemendikbudristek.
Oleh karena itu, Dede menegaskan Kemendikbudristek perlu menjalin kerja sama dengan sejumlah pihak, di antaranya Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri.
"Kami dorong agar antar kementerian menguatkan koordinasi seperti dengan Kementerian keuangan, Bappenas, dan kementerian lembaga lainnya yang mengelola anggaran fungsi pendidikan," tuturnya.
“Audit bersama ini memainkan peran yang krusial untuk menentukan kebijakan penempatan alokasi anggaran pendidikan pada periode pemerintahan mendatang,” sambung Dede.
Seperti diketahui, anggaran pendidikan memperoleh jumlah 20 persen dari APBN sesuai amanat konstitusi UUD 1945. Namun Banggar DPR menemukan dari total APBN 2023, anggaran hanya terealisasi sebesar 16%. Sisanya 4% atau sekitar Rp 111 triliun tidak terealisasi atau tidak terserap.
Secara lebih rinci, anggaran pendidikan tahun 2023 dari APBN 2023 yang terealisasi dilaporkan hanya hanya Rp 513,38 triliun dari total anggaran sebesar Rp 621,28 triliun. Di mana, sebagian besar anggaran pendidikan tersebut dialokasikan bukan untuk Kemendikbudristek melainkan ke daerah melalui skema Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp 346,56 triliun atau 52,1 persen.
Penempatan anggaran pendidikan lainnya masuk melalui Pembiayaan termasuk Dana Abadi Pendidikan (termasuk Dana Abadi Pesantren) yakni sebesar Rp 15 triliun, di bawah wewenang Kementerian Agama. Selanjutnya, sebanyak Rp 47,31 triliun disebar ke beberapa kementerian atau Lembaga yang memiliki program pendidikan.
Temuan ini menjadi sorotan Komisi X DPR mengingat anggaran yang tidak terserap sangat besar di tengah masih banyak fasilitas dan infrastruktur sekolah yang belum layak, khususnya di wilayah 3TP (tertinggal, terluar, terdepan dan perbatasan).
“Berkaca dari laporan yang kita terima, besarnya anggaran pendidikan berbanding terbalik dengan minimnya kondisi layanan pendidikan,” terang Dede.
“Ini memunculkan kesenjangan akses pendidikan. Belum lagi kita tahu masih banyak guru dan tenaga pendidik yang belum memperoleh kesejahteraan layak,” imbuh Legislator dari Dapil Jawa Barat II itu.
Dede menilai temuan 4% anggaran pendidikan yang tidak terserap tersebut cukup disayangkan. Padahal seharusnya ada banyak hal yang dapat dilakukan dengan anggaran tersebut apabila dikelola dengan baik, misalnya meningkatkan infrastruktur sekolah-sekolah yang masih dalam kondisi mengenaskan hingga meningkatkan kesejahteraan guru.
“Kalau pengelolaan anggaran dikelola secara efektif, potensi tidak terserapnya anggaran akan berkurang,” ucapnya.
“Sehingga anggaran negara betul-betul terserap untuk kebutuhan dan kepentingan rakyat, dalam hal ini untuk peningkatan kondisi layanan pendidikan kita yang masih jauh dari kata sempurna,” tambah Dede.
Atas dasar serentetan permasalahan tersebut lah yang membuah Komisi X DPR membuat Panja Pembiayaan Pendidikan. Lewat Panja ini, Komisi DPR yang membidangi urusan pendidikan itu berupaya mendorong reformulasi kebijakan anggaran pendidikan Indonesia.
“Upaya reformulasi ini akan mendorong agar dampak dari anggaran pendidikan bisa menciptakan pendidikan yang layak, terjangkau, dan berkeadilan di Indonesia,” jelas Dede.
Mantan Wagub Jawa Barat ini menyebut, Panja Pembiayaan Pendidikan yang sudah berjalan itu akan berusaha membuat rekomendasi-rekomendasi untuk pemerintah. Harapannya, kata Dede, agar kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan bisa lebih efektif dan efisien.
“Maka dari itu, Kemendikbudristek tidak bisa berdiri sendiri bekerja,” tegasnya.
Apalagi, diingatkan Dede, sebagian besar anggaran pendidikan dikelola oleh K/L atau institusi lain yang bukan di bawah naungan Kemendikbudristek.
"Rakyat berhak menikmati fasilitas dan kualitas pendidikan yang baik dari pemerintah. Untuk mencapai hal itu, kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan harus dilakukan maksimal,” tutup Dede.