Berita
Oleh Alfin Pulungan pada hari Sunday, 16 Agu 2020 - 10:30:00 WIB
Bagikan Berita ini :

Pemerintah Dinilai Masih Setengah Hati Gunakan Energi Baru Terbarukan

tscom_news_photo_1597520987.jpeg
Ilustrasi Jokowi (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato Sidang Tahunan MPR Jumat (14/8) menekankan pentingnya kemandirian energi bagi Indonesia. Saat ini Indonesia terus berupaya mencapai kemandirian energi melalui olahan kelapa sawit hingga batu bara.

Anggota Komisi Energi (Komisi VII) DPR, Ratna Juwita Sari, menyebutk pidato Presiden tersebut sebagai dampak dari disahkannya revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) pada Mei lalu.

"Kita tunggu dampak dari pelaksanaan revisi UU Minerba yang kemarin sudah disahkan. Seberapa jauh kemudahan yang didapatkan dari sektor minerba dengan revisi UU tersebut, utamanya di hilirisasi produk yang arahnya sudah ke energi baru terbarukan (EBT)," kata Ratna saat dihubungi, Sabtu, 15 Agustus 2020.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengaku mendukung produk EBT. Namun, kata dia, BUMN masih setengah hati untuk menggunakan EBT dengan alasan kompetitif masalah harga.

"Padahal kalau saya bilang misalnya kalau pemerintah memberi ruang energi baru terbarukan, utamanya kita ingin capai 23 persen penggunaan EBT di 2026, itu dimulainya dari sekarang," katanya.

Ratna Juwita Sari


Pada 2019, Indonesia sudah berhasil memproduksi dan menggunakan energi Biodiesel 20 persen (B20). Tahun ini, Indonesia mulai masuk ke B30, sehingga mampu menekan nilai impor minyak. Sementara Pertamina bekerja sama dengan para peneliti telah berhasil menciptakan katalis untuk pembuatan D100 dari bahan minyak kelapa sawit.

Ratna menekankan hal tersebut juga harus terdistribusi dengan baik dan mesin moda transportasi yang digunakan di Indonesia. Sebagai contoh, Indonesia harus mencontoh Brazil, dimana saat negara itu ingin menggenjot penggunaan etanol dari bahan tepung sebagai bahan bakar, 10 tahun sebelumnya mereka sudah bekerjasama dengan moda-moda transportasi produk luar.

"Misalnya mau jual mobil di Brazil harus dengan bahan bakar ini. Ini penting agar kita menghasilkan banyak EBT tapi kalau yang pakai tidak ada, percuma," ujarnya.

Meski begitu, Ratna mengapresiasi berbagai upaya pemerintah untuk penggunaan EBT seperti beberapa kilang akan dibangun untuk mengolah minyak mentah menjadi minyak jadi, dan sekaligus menjadi penggerak industri petrokimia yang memasok produk industri hilir bernilai tambah tinggi.

"Kilang-kilang yang akan dibangun seperti yang ada di Tuban, itu diupayakan kompatibel dengan euro 4 dan 5. Harapan kita itu bisa disinergikan dengan regulasi di bidang perdagangan. Kalau kita mau menghasilkan BBM yang ramah lingkungan, kira-kira mesin-mesin yang dioperasikan di Indonesia ini sudah sesuai nggak dengan yang dihasilkan ini," jelasnya.

Legislator dari daerah pemilihan Jawa Timur IX ini mengimbuhkan penggunaan EBT ini juga sedang dipersiapkan oleh Pemerintah dan DPR melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang EBT yang akan masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2021.

"Salah satu point RUU EBT harus ada kebijakan yang membuat rate dari EBT lebih kompetitif, sehingga dapat digunakan khalayak dengan masif agar EBT dapat 23 persen penggunaannya di 2026," tandasnya.

tag: #jokowi  #energi-terbarukan  #komisi-vii  #ratna-juwita-sari  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement