JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah mengatakan, menjadi pekerja di dalam negeri atau menjadi pekerja migran adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, dan masyarakat berhak untuk memilih, serta tugas pemerintah untuk dapat memfasilitasi memenuhi hak tersebut.
"Tugas negara adalah memfasilitasi pemenuhan hak tersebut, meningkatkan kesejahteraan dan melindungi pekerja baik yang bekerja di dalam negeri maupun yang memilih migrasi," ucap Ida Fauziyah saat memberi sambutan pada kegiatan dialog kemerdekaan dengan tema "Memerdekakan PMI Menuju Indonesia Maju" yang di selenggarakan oleh Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Minggu (16/07/2020)
Pada kesempatan tersebut, dirinya menyampaikan 3 hal yang meliputi profil ketenagakerjaan, konsep perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI), dan bagaimana makna kemerdekaan bagi PMI.
"Saya ingin menyampaikan 3 hal, yang pertama kita akan melihat profil ketenagakerjaan kita termasuk di dalamnya profil pekerja migran Indonesia. Dan selanjutnya kita akan melihat konsep perlindungan PMI dalam undang-undang nomor 18 tahun 2017 dan yang terakhir saya ingin meng higtlite makna kemerdekaan bagi PMI," katanya
Selanjutnya, Ida Fauziyah menjelaskan profil ketenagakerjaan nasional dari segi pendidikan serta komposisi lapangan kerja dengan kualifikasi tertentu.
"Profil ketenagakerjaan nasional kita menunjukkan 131 juta angkatan kerja nasional, sekitar 77 juta orang atau 55,8% berpendidikan SMP kebawah, dengan komposisi tersebut lapangan usaha yang dapat menerima kualifikasi ini tentunya sangat terbatas," jelasnya
"Kesempatan bekerja keluar negeri menjadi alternatif untuk mendapatkan penghasilan, namun harus kita harus akui mayoritas pekerja migran Indonesia baru bisa mengisi pasar kerja dengan level keterampilan yang terbatas," sambungnya
Ia pun menuturkan dengan tingkat pendidikan SMP ke bawah serta pasar kerja yang terbatas sesuai dengan kapasitas pendidikan, berdasarkan hasil survei bank dunia bekerja sama dengan BPS menunjukkan diperkirakan pekerja migran Indonesia sekitar 9 juta orang.
"Jumlah ini memperhitungkan baik PMI yang prosedural maupun non prosedural, yang tersebar dibeberapa negara. Malaysia yang tertinggi 55% disusul Arab Saudi 13%, China Taipei 10%, Hongkong 6%, Singapura 5% dan sisanya tersebar dihampir 200 negara," tuturnya
Menurutnya, dari hasil survei tersebut bagi PMI yang sebelumnya telah bekerja di dalam negeri dan mengambil keputusan untuk bekerja diluar negeri karena kemungkinan mendapatkan upah 4-6 kali lebih besar dari upah di Indonesia.
"Dengan demikian kesempatan mendapatkan upah lebih tinggi, pekerja migran mengakui dapat mencukupi kebutuhan hari-hari dirinya dan keluarganya dengan lebih baik, dan mengurangi kemungkinan rumah tangga PMI jatuh miskin sampai 28%," ujar Menteri Ketenagakerjaan.
Selain itu, dari segi penempatan yang tercatat pada sistem komputerisasi tenaga kerja luar negeri (SISKOTKLN) 5 tahun belakangan ini didominasi oleh PMI perempuan.
"Sementara itu dari segi penempatan dari penempatan yang tercatat di sisco TKLN diperoleh data rata-rata penempatan selama 5 tahun terakhir sekitar 266 ribu orang, dengan proporsi pekerja migran perempuan sampai 60-70%. 3 tahun terakhir ini yang menyedihkan didominasi oleh pekerja domestik, jadi dari 60-70% itu ternyata 52-55% adalah pekerja domestik," tambahnya.
Tidak hanya itu, Ida Fauziyah pun menyampaikan untuk meningkatkan perlindungan PMI, pemerintah telah mempunyai atase ketenagakerjaan di 13 negara penempatan. Serta saat ini Indonesia telah memiliki undang-undang tentang pelindungan pekerja migran Indonesia yang menggantikan undang-undang nomor 39 tahun 2004.
"Kita telah mempunyai undang-undang nomor 18 tahun 2017 tentang pelindungan pekerja migran Indonesia sebagai pengganti undang-undang nomor 39 tahun 2004, terdapat beberapa perubahan fundamental dalam undang-undang baru tersebut," tandasnya.