JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Beberapa waktu lalu Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) menyampaikan laporan keuangan tahun 2019 dalam Rapat Dengar Pendapat
bersama Komisi XI DPR RI.
Atas laporan tersebut, Bappenas pun kembali memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Meskipun demikian, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin memberikan catatan terhadap kinerja Bappenas dalam pengelolaan
proyek infrastruktur yang dibiayai melalui Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Negara.
“Kami mengapresiasi pencapaian Bappenas yang meraih opini WTP selama dua belas tahun berturut-turut sejak 2008," ujar Puteri saat dihubungi, Senin (31/08/2020).
Puteri menuturkan kalau pencapaian ini menunjukkan komitmen yang tinggi untuk menjaga standar pelaporan keuangan sesuai ketentuan yang berlaku.
"Namun, kita tetap perlu memerhatikan temuan dan menindaklanjuti rekomendasi dari hasil pemeriksaan BPK, untuk memastikan penggunaan uang negara yang akuntabel dan transparan,” tuturnya.
Pembiayaan proyek melalui penerbitan SBSN/Sukuk Negara (Project Based Sukuk/PBS) merupakan salah satu bentuk alternatif pembiayaan kegiatan/proyek oleh Kementerian/Lembaga (K/L) sesuai Daftar Prioritas Proyek (DPP).
Sesuai Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2011 tentang Pembiayaan Proyek Melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara, Bappenas berwenang untuk menilai kelayakan proyek infrastruktur dengan skema pembiayaan tersebut.
Kewenangan tersebut dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesiapan, kelayakan, serta kesesuaian proyek dengan program pembangunan jangka menengah, batas maksimum penerbitan SBSN dalam rangka penerbitan SBSN, serta kesesuaian proyek dengan prinsip syariah.
BPK RI dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja atas Efektivitas Pengelolaan Utang Pemerintah Pusat tahun 2018 dan 2019 yang disampaikan kepada DPR RI pada Mei lalu, menyebutkan bahwa Bappenas belum memiliki kebijakan terkait penilaian kelayakan proyek dan mekanisme pengusulan proyek infrastruktur yang dibiayai SBSN.
Hal ini berdampak pada tidak optimalnya pelaksanaan proyek dan berdasarkan temuan tersebut, Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar ini menilai pentingnya penyempurnaan mekanisme penilaian kelayakan proyek guna memastikan optimalnya penggunaan SBSN untuk membiayai proyek berbasis sukuk.
“Penerbitan sukuk proyek berkontribusi pada pembiayaan proyek infrastruktur yang lebih mandiri dan mempercepat pembangunan. Oleh karena itu, skema penilaian kelayakan atas proyek yang dapat dibiayai sukuk perlu berlandaskan dasar yang kuat, baik dalam bentuk kebijakan maupun petunjuk teknis yang mengatur skema dan tahapan penyeleksian, serta indikator penilaian sesuai ketentuan yang berlaku,” ujarnya.
Sementara itu, realisasi Semester I APBN TA-2020 mencatat capaian 22,66 persen atau sebesar Rp5,27 triliun dari total alokasi SBSN pembiayaan proyek di tahun 2020 senilai Rp23,29 triliun. Jumlah tersebut digunakan untuk membiayai 726 proyek yang tersebar di 34 provinsi di 8 K/L.
“Menurut saya sebaiknya Bappenas perlu untuk segera melengkapi ketentuan yang diperlukan dalam menyempurnakan skema penilaian kelayakan proyek berbasis sukuk," bebernya.
Pasalnya, hal itu pasti akan berpengaruh pada optimalisasi penyerapan pembiayaan di tahun 2020, di mana untuk penyerapan semester I-2020 belum mencapai separuh dari target.
"Selain itu, harapannya, penyerapan pembiayaan proyek berbasis sukuk ini dapat turut meningkatkan belanja negara untuk menggenjot perekonomian dan menciptakan trickle-down effect untuk perekonomian di daerah,” tutupnya.