JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Guspardi Gaus mengatakan, pembentukan UU sektoral seharusnya tidak banyak dilakukan setelah nantinya Omnibus Law RUU Cipta Kerja diundangkan.
"Filosofi pembentukan omnibus law ini adalah kemudahan perizinan berusaha dan berinvestasi seperti yang dinyatakan oleh Presiden Jokowi. Dengan adanya omnibus law dimaksudkan sebagai langkah reformasi birokrasi yang menitikberatkan pada hasil dan kualitas pelayanan untuk mengatasi masalah birokrasi nasional yang terbilang berbelit-belit," kata Guspardi dalam keterangan tertulis, Rabu (30/9).
Politikus Partai Amanat Nasional ini menjelaskan, karena filosofi omnibus law sudah jelas ingin menyederhanakan perizinan, termasuk juga di dalamnya birokrasi, tentu tidak diperlukan lagi UU sektoral, kecuali ada sesuatu yang belum diatur dalam omnibus law.
Guspardi menyebut peluang pembentukan UU sektoral masih dapat dilakukan apabila belum ada pengaturan dalam omnibus law dan harus menyesuaikan dengan kebutuhan dari sektor.
Hal ini, menurut dia, harus jadi catatan bagi setiap kementerian atau lembaga agar UU sektoral yang akan diusulkan tidak berbenturan atau bertentangan dengan omnibus law Cipta Kerja dan UU yang telah ada
"Diharapkan pemerintah agar dapat segera menyiapkan PP atau aturan turunan omnibus law cipta kerja ini. Aturan turunan itu juga harus dapat menjelaskan apa yang tercantum dalam omnibus law tanpa mengebiri UU yang telah ada. Kuncinya bagaimana PP yang dibuat itu jangan keluar dari spirit omnibus law itu sendiri," pungkas anggota komisi II DPR ini.
Sebelumnya, Ketua Kebijakan Publik, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono mengatakan, pembentukan UU sektoral bisa dilakukan meskipun omnibus law RUU Cipta Kerja nanti telah diundangkan.
Menurutnya pembentukan UU sektoral perlu disesuaikan dengan melihat kebutuhan dari sektor tersebut. Kebutuhan itu bisa saja berupa revisi UU dan/atau pembentukan UU baru yang memuat aturan yang belum ada di UU saat ini.