JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Maraknya kasus kekerasan yang melibatkan Pekerja Migran Indonesia (PMI), khususnya yang bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT), ibarat kasus gunung es yang tak kunjung usai. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Willy Aditya menilai Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) bisa menambah perlindungan bagi para PMI.
“RUU PPRT bisa menambah perlindungan PMI di sektor domestic workers karena kita jadi punya undang-undang khusus,” kata Willy, Jumat (5/5/2023).
Seperti diketahui, kasus kekerasan terhadap PMI semakin banyak terjadi. Belum lama ini, PMI asal Banyuwani, Jawa Timur menjadi korban penganiyaan hingga eksploitasi di Malaysia oleh majikannya.
Tubuh korban disiram air panas, disetrika dan matanya lebam akibat dipukul. Mirisnya lagi, PMI tersebut tidak mendapatkan upah yang sudah dijanjikan selama bekerja.
Nasib Dede Asiah Awing Omo asal Kabupaten Karawang pun tak jauh berbeda. Ia berangkat ke Turki namun justru dijual ke Suriah oleh agen penyalurnya untuk dijadikan budak. Pekerjaannya yang sangat berat membuat ia sakit dan berharap bisa dipulangkan ke Tanah Air.
Kemudian dua PMI asal Sulawesi Selatan bernama Andi Halimah dan Arsi dilaporkan mendapat perlakuan yang tidak manusiawi dari majikannya di Arab Saudi. Willy mengatakan, ada banyak sekali kasus kekerasan terhadap PMI yang sulit diatasi mengingat terbatasnya regulasi.
“Selama ini kita jadi bahan cemoohan dari negara-negara yang bermasalah karena di dalam negeri aja tidak punya undang-undang untuk domestic workers, jadi kenapa harus maksain mereka (penyelesaian masalah-masalah PMI sektor domestic workers),” tuturnya.
Oleh karena itu, Willy menegaskan penting sekali pengesahan RUU PPRT sehingga pekerja domestik bisa mendapat perlindungan hukum yang rigid. RUU PPRT sendiri disahkan sebagai RUU Inisiatif DPR pada bulan Maret lalu.
Saat ini, DPR tengah menunggu daftar inventaris masalah (DIM) dari Pemerintah, untuk kemudian dibahas secara bersama. Sebelum pembahasan lebih lanjut, terlebih dahulu juga akan dilakukan harmonisasi dengan sejumlah peraturan perundang-undangan, antara lain terkait perizinan lembaga penyalur PRT, kewenangan pemerintah pusat dan daerah, jaminan sosial, dan pemidanaan/sanksi.
“Pemerintah sudah menyatakan akan mengirimkan DIM saat pembukaan masa sidang DPR. Semoga prosesnya akan berjalan dengan cepat,” ucap Willy.
Legislator dari Dapil Jawa Timur XI itu pun mengatakan, penyusunan RUU PPRT mengedepankan nilai-nilai budaya. Dengan begitu, kata Willy, tidak ada yang merasa dirugikan baik itu penyedia lapangan kerja, pemberi kerja dan pekerja rumah tangga.
“RUU PPRT diharapkan bisa menjadi jembatan untuk jaminan pekerja rumah tangga di Indonesia. Kendati, sudah ada Peraturan Menteri Tenaga Kerja yang mengatur perlindungan PRT, namun perlu diperkuat dengan aturan Undang-undang,” terangnya.
Menurut Willy, RUU PPRT hadir untuk bisa memberikan keadilan kepada para pekerja yang bekerja dalam sektor domestik dan memberikan jaminan adanya perlindungan hukum kepada PRT. Sebab PRT kerap mengalami diskriminasi karena tidak dianggap sebagai pekerja.
Adapun pokok-pokok penting dalam RUU PPRT di antaranya adalah pengakuan PRT sebagai tenaga kerja, perlindungan dan keseimbangan hubungan antara pemberi kerja dan PRT, pengaturan kategori, lingkup kerja, serta syarat dan kondisi kerja. Kemudian mengenai hak dan kewajiban serta sanksi bagi PRT dan pemberi kerja, hak dan kewajiban pendidikan atau pelatihan bagi PRT, dan Penghapusan PRT usia anak.
RUU PPRT juga mengatur soal penyelesaian konflik antara PRT dan pemberi keria (musyawarah dan mediasi), hak bagi PRT untuk bergabung dalam serikat pekerja, dan mengatur ketentuan penyedia jasa penyalur PRT.
Willy pun memastikan, pembahasan RUU PPRT akan dilakukan secara transparan dan terbuka terhadap masukan dari berbagai kalangan. Harapannya, RUU PPRT menjadi produk hukum yang komprehensif karena telah menyerap aspirasi seluruh pihak.
“Kami sudah beberapa kali melakukan dialog cukup intens dengan berbagai perwakilan masyarakat, termasuk dari kelompok pekerja rumah tangga sendiri. Substansi tidak mengalami banyak perubahan jadi mudah-mudahan bisa cepat kita ketok menjadi undang-undang,” tutup Willy.