JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Wakil Sekretaris Jenderal DPN Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Rivai Kusumanegara menilai revisi Undang-undang Kejaksaan Nomor 16 Tahun 2020 harus dikaji ulang. Selain menimbulkan konflik kepentingan, kata dia, juga memasuki ranah pekerjaan advokat.
“Konflik kepentingan disini adalah disatu sisi berperan menuntut tindak pidana, namun disisi lain dapat menjadi konsultan hukum kementerian atau Pemda hingga mendampingi dalam persidangan perdata dan tata usaha negara,” kata Rivai kepada wartawan Rabu, (7/10/2020).
Dengan begitu, kata dia, bisa terjadi Jaksa bidang pidana khusus menuntut secara pidana sebuah Pemerintah Daerah. Namun, dalam rangka pembelaan Jaksa Bidang Perdata dan TUN menguji kewenangan Pemerintah Daerah berdasarkan UU Administrasi Pemerintahan ke PTUN.
“Kalau diibaratkan anatomi manusia, tangan kiri menuntut namun tangan kanan membela. Maka, timbul konflik kepentingan,” ujarnya.
Menurut dia, konflik kepentingan ini juga bisa menyebabkan jaksa tergelincir seperti kasus operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Jaksa TP4D di Jogja, yang berujung Jaksa Agung melikuidasi TP4P dan TP4D di tahun 2019.
“Awalnya, mereka bertugas memberi konsultasi dan nasihat hukum bagi Kementerian dan Pemda dalam mengawal proyek-proyek Pemerintah,” jelas dia.
Oleh karena itu, Rivai meminta RUU Kejaksaan agar peran Jaksa Pengacara dibatasi sebatas mewakili Negara dan Pemerintah saja. Sehingga, Jaksa Pengacara Negara tidak dapat lagi menangani BUMN/BUMD maupun masyarakat.
“Pelarangan menangani BUMN/BUMD dan masyarakat serta amanat pembentukan Kode Etik Jaksa Pengacara Negara sebaiknya dicantumkan dalam penjelasan Pasal 30 RUU Kejaksaan,” katanya.
Di samping itu, Rivai juga menyoroti soal fungsi jaksa sebaiknya disesuaikan dengan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) saja yang memperluas kewenangan jaksa hingga mensupervisi penyidikan. Namun konsekuensinya, jaksa tidak dapat lagi melakukan penyelidikan dan penyidikan karena itu menjadi tugas Polri dan PPNS.
“Karena check and balances menjadi tidak maksimal jika Jaksa mensupervisi penyidikan yang dilakukan oleh Jaksa juga. Zaman HIR Belanda, kita menganut sistem tersebut. Jadi dalam konsep tersebut, penyelidik dan penyidik dilakukan oleh Polisi dan PPNS. Jadi, RUU Kejaksaan harus linear dengan konsep criminal justice system yang telah dirancang dalam RUU KUHAP,” tandasnya.