JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Politisi Partai Demokrat, Andi Arief mengingatkan kepada pemerintah untuk tak terlalu represi dalam menghadapi aksi unjuk rasa penolakan Undang-undang Cipta Kerja.
Andi Arief bahkan memberikan contoh soal tindakan represi yang berlebihan pada tahun 1996 yang dilakukan aparat, baik TNI maupun polisi.
“Tidak semua represi menghasilkan ketakutan. Banyak yang prediksi setelah represi 27 Juli 1996 rakyat akan takut karena ancaman UU, penangkapan dan bahkan nyawa,” kata Andi melalui keteranganya, Selasa (20/10/2020).
Akibat tindakan kekerasan sampai penculikan yang dilakukan aparat saat itu, aksi demonstrasi malah semakin membesar dan puncaknya, massa berhasil menduduki Gedung MPR dan memaksa Presiden Soeharto mengundurkan diri.
“Ternyata yang terjadi sebaliknya muncul gelombang besar protes di 1997 – 1998,” ujarnya.
Selain itu, Ketua Bappilu DPP Demokrat itu juga menyinggung mengenai tiiga petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ditangkap polisi. Mereka adalah Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan Anton Permana.
Ketiga aktivis ini ditangkap aparat atas dugaan telah mengunggah ujaran kebencian melalui akun sosial media. Andi Arief menilai, upaya aparat menangkap ketiganya sangat tidak layak.
“Saya sedih dan menangis melihat Syahganda dan Jumhur Hidayat dkk dipertontonkan ke muka umum seperti teroris,” paparnya.
Kepala Bappilu DPP Demokrat ini pun membela kedua petinggi KAMI itu, dimana mereka memiliki jasa penting dalam perjuangan reformasi. Bahkan ia menegaskan keduanya tidak layak dijerat dengan UU ITE.
“UU ITE tidak tepat diperlakukan begitu, bahkan untuk kasusnya juga tidak tepat disangkakan,” tandasnya.