JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Pemerintah Belanda akan melarang maskapai penerbangan membawa penumpang dari Inggris mulai Minggu setelah otoritas di Inggris menemukan jenis/galur baru virus corona. Larangan itu akan berlaku sampai 1 Januari 2021, kata Pemerintah Belanda melalui pernyataan tertulisnya pada Minggu pagi.
Otoritas setempat mengatakan pihaknya masih mengamati perkembangan terkait temuan baru itu dan akan mempelajari kemungkinan penetapan larangan membawa penumpang dari Inggris pada moda-moda transportasi lainnya.
Pemerintah Belanda menyampaikan bahwa, pada awal Desember 2020, satu sampel kasus COVID-19 yang dideteksi di dalam negeri ternyata adalah galur virus sama seperti yang ditemukan di Inggris.
Sebagai langkah untuk mengendalikan penyebaran virus tersebut, otoritas Belanda mengeluarkan imbauan "jangan bepergian", kecuali ada kepentingan yang benar-benar mendesak.
Larangan membawa penumpang dari Inggris itu diumumkan setelah Perdana Menteri Inggris Boris Johnson dan beberapa ilmuwan setempat pada Sabtu (19/12) mengumumkan bahwa galur baru virus corona yang ditemukan di negara itu 70 persen lebih menular.
Johnson lanjut mengatakan pemerintah akan meningkatkan pembatasan dari level 3 --yang tertinggi, ke tingkat tertinggi yang baru, level 4, di London dan beberapa daerah di Inggris bagian tenggara.
Varian VUI
Menteri Kesehatan Inggris, Matt Hancock menyampaikan varian tersebut kemudian dinamai VUI 202012/01 atau dalam klaster pohon filogenetiknya (pohon kekerabatan berdasarkan data genetik) disebut sebagai varian B.1.1.7.
Studi yang dilakukan oleh 10 ilmuwan dari konsorsium genomik Covid-19 Inggris (COG-UK) menemukan bahwa varian ini muncul akibat adanya mutasi.
Studi yang berjudul "Preliminary genomic characterisation of an emergent SARS-CoV-2 lineage in the UK defined by novel set of spike mutation" tersebut mengatakan bahwa varian ini muncul akibat adanya perubahan genetik (mutasi) pada protein Spike yang berfungsi untuk menginfeksi inang.
Ada tiga perubahan genetik yang berhasil ditemukan dari karakterisasi tersebut. Mutasi pertama terjadi di sekuens asam amino yang punya peranan untuk berikatan dengan reseptor di manusia dan mencit.
Mutasi tersebut diidentifikasi sebagai mutasi yang mampu meningkatkan afinitas (kemampuan berikatan) dengan reseptor di inangnya. Dalam kasus ini adalah manusia dan mencit.
Perubahan genetik kedua adalah adanya delesi (hilangnya) asam amino pada urutan ke 69 dan 70 pada protein Spike. Mutasi jenis ini disebut mampu membuat virus dapat terhindar dari sistem pertahanan tubuh inang di beberapa kasus.
Kemudian mutasi yang terakhir adalah perubahan asam amino pada daerah di dekat gugus fungsi penting protein SARS-CoV-2. Kabar yang santer terdengar menyebut varian atau mutan B.1.1.7 tersebut menular lebih cepat.
Faktanya jika mengacu pada penelitian yang dilakukan COG-UK tersebut dampak mutasi dari strain baru ini belum diketahui. Namun pertumbuhan yang tinggi dan transmisi yang cepat ini semakin mendesak ilmuwan di berbagai negara untuk meningkatkan pemantauan genomik dan melakukan aktivitas karakterisasi.
Virus apalagi untuk jenis yang memiliki materi genetik berupa RNA memang terkenal dengan laju mutasi yang tinggi. Profesor Virologi Molekuler di Universitas Nottingham tersebut melanjutkan bahwa banyak perubahan yang tidak berpengaruh sama sekali. Hal ini disampaikannya dalam wawancara dengan BBC News.
Menurutnya adanya mutasi yang menyebabkan strain baru tersebut tidak berarti penyakit akan lebih menular atau lebih berbahaya. Kuncinya tetap pada pemantauan dan penelitian agar bisa mendapatkan gambaran lengkap dan komprehensif terkait strain baru ini.