JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun turut menangapi, kisruh lahan antara PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII dengan pengelola Pondok Pesantren Markaz Syariah Agrokultural di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Atas saling klaim kepemilikan tersebut, Refly pun menilai, lahan tidak bisa dirampas begitu saja oleh PTPN VIII, jika proses peralihan tanah sudah dilakukan secara legal dan memenuhi tahapan birokrasi yang melibatkan pejabat setempat.
Namun begitu, Refly berujar, pengakuan atas tanah itu pun harus berbekal putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
"Yang harus mengganti rugi kalau itu memang tanah mereka (PTPN VIII) adalah pihak yang menjual kepada HRS/pesantren HRS. Jadi, bukan HRS/tanahnya diklaim dirampas kembali, tetapi ganti rugi ditujukan kepada pihak-pihak yang menjual tanah tersebut," terang Refly dari kanal YouTube-nya, Selasa (29/12/2020).
"Tapi, sekali lagi harus berbekal putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," imbuhnya.
Refly, yang juga tokoh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) itu, menilai PTPN VIII bisa kehilangan hak atas tanah jika terbukti menelantarkan lahan selama 25 tahun.
Jika memang demikian, lanjut Refly, PTPN VIII bisa dituduh balik karena tidak menjalankan kewajiban untuk mengusahakan lahan sebagaimana izin hak guna usaha (HGU) yang diberikan.