JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Ada perbedaan sikap antara dua kader Muhammadiyah terhadap tawaran jabatan dari pemerintah. Yakni antara Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Sunanto dan Sekum PP Muhammadiyah, Abdul Mu"ti.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengangkat Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Sunanto sebagai Komisaris Utama PT Istaka Karya (Persero). Sunanto juga merangkap sebagai komisaris independen di BUMN tersebut.
Pengangkatan dilakukan Erick pada Jumat (8/1/2021) sore. Cak Nanto, sapaan akrab Sunanto membenarkan hal tersebut. Dia menyebut, Surat Keputusan (SK) baru diterima pada hari Jumat.
Dia berharap, dengan amanah baru tersebut mampu memberikan kontribusi kepada perseroan pelat merah itu ke depan. Khususnya menggenjot bisnis perseroan di tengah pandemi Covid-19.
"Saya sudah menerima surat dan SK-nya. Sebagai Komut (Komisaris Utama) sekaligus merangkap komisaris independen mohon doanya semoga amanah dan bisa memajukan PT Istaka Karya," ujar Cak Nanto.
Sunanto merupakan Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah periode 2018-2022. Ia terpilih setelah penghitungan suara dalam Muktamar di Yogyakarta pada usia 38 tahun menggantikan Dahnil Anzar Simanjuntak.
Sikap Cak Nanto cukup mengundang perhatian karena sebelumnya kader lain, Sekum PP Muhammadiyah, Abdul Mu"ti, justru menolak ditunjuk Presiden Jokowi sebagai Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) itu mengaku sempat diminta masuk kabinet dan bersedia. Namun, belakangan menolak. "Awalnya, ketika dihubungi oleh Pak Mensesneg dan Mas Mendikbud, saya menyatakan bersedia bergabung jika diberi amanah," ucap Abdul Mu"ti melalui Facebook, Rabu (23/12). "Tetapi, setelah mengukur kemampuan diri, saya berubah pikiran. Semoga ini adalah pilihan yang terbaik," lanjutnya.
Mantan Ketum Muhammadiyah
Din Syamsuddin turut berkomentar atas penunjukan Sekum PP Muhammadiyah, Abdul Mu"ti, sebagai Wakil Menteri Dikbud, namun akhirnya ditolak. Din menilai penunjukan itu merendahkan Muhammadiyah. "Penunjukan Prof. Dr. Abdul Mu"ti, MEd sebagai Wamendikbud bernada merendahkan organisasi Muhammadiyah yang besar, pelopor pendidikan, dan gerakan pendidikan nasional yang nyata," ucap Din.
Menurut Din, penolakan Abdul Mu"ti menjadi Wamendikbud adalah sikap yang tepat. Hal itu mencerminkan sikap seorang anggota Muhammadiyah sejati yang antara lain tidak gila jabatan, menolak jabatan yang tidak sesuai dengan kapasitas, dan jabatan yang merendahkan marwah organisasi.
"Alasannya bahwa tidak berkemampuan mengemban amanat hanyalah sikap tawadhu". Prof. Abdul Mu"ti adalah guru besar dan pakar pendidikan yang mumpuni, wawasannya tentang pendidikan dan kemampuan memimpinnya sangat tinggi," kata Din.