JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Jenderal TNI (Purn) Moeldoko dinilai berhak menjadi anggota ataupun ketua umum dari partai mana pun yang ada di Indonesia, layaknya warga negara yang lain.
Dewan Pakar Indonesia Maju Institut (IMI), Lukman Edy menegaskan, Moeldoko adalah tokoh nasional, purnawirawan Jenderal mantan Panglima TNI, dan sekarang menjabat sebagai Kepala Kantor Staf Presiden. Moeldoko juga menurut dia teruji kapasitas dan kapabilitasnya. Serta yang lebih penting tidak pernah berkhianat kepada negara ini, dan tidak pernah menjadi anggota organisasi terlarang, seperti PKI dan HTI.
"Artinya, sebagai warga negara yang baik dan bukan lagi sebagai TNI aktif, beliau berhak menjadi anggota ataupun Ketua Umum Partai Politik apapun di Indonesia ini. Hak yang di miliki oleh warga negara untuk masuk di Partai politik adalah hak konstitusional yang diatur didalam UUD NRI 1945," tegasnya, Selasa (2/2/2021).
Kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, di era demokrasi modern sekarang, partai politik umumnya sudah terbuka, tidak eksklusif lagi. Bahkan pindah partai atau lompat partai pun dihalalkan.
Buktinya, lanjut dia, banyak contoh tokoh dan kader sebuah partai kemudian pindah dan menjadi pengurus di partai lain. Kondisi ini ada hampir di semua partai, tidak terkecuali Partai Demokrat yang juga banyak pengurusnya pindahan dari partai lain.
"Apalagi seperti Pak Moeldoko yang belum pernah menjadi pengurus Partai Politik lainnya, kalau beliau berkeinginan masuk Partai Politik menjadi anggota bahkan pengurus sekalipun, 100 persen halal dan menjadi hak konstitusional beliau," tekannya.
Bagi partai politik, lanjutnya, ukuran konstitusionalitasnya memang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang mengatur mekanisme internalnya. Namun diatas AD/ART ada UU Partai Politik dan diatasnya lagi ada UUD NRI 1945. AD/ART Partai Politik tidak boleh bertentangan dengan UU Partai Politik dan UUD NRI 1945, sekaligus Partai Politik tidak boleh mengubah UU Partai Politik dan UUD NRI 1945, karena itu bukan kewenangan partai politik.
"Maksudnya, kalau dinyatakan keinginan seorang warga negara menjadi pengurus sebuah partai, tuduhan kepada Pak Moeldoko, dianggap inkonstitusional, pasti maksudnya tidak sesuai dengan AD/ART Partai. Memang menjadi biasa AD/ART yang disepakati Kongres sebuah Partai, membuat pembatasan-pembatasan, untuk memudahkan proses rekruitmen," jelasnya.
Tetapi, imbuhnya, AD/ART boleh menyesuaikan dengan keadaan terkini, jika ada aspirasi dari daerah daerah yang berkembang dinamis. "Umumnya di internal partai politik suara pengurus daerah adalah suara tuhan," tandasnya.
"Jadi, tuduhan kepada Moeldoko yang dianggap menyusun kekuatan untuk menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, dan dinyatakan inkonstitusional adalah tuduhan yang tidak berdasar dari sisi mana pun. Apalagi menghubung hubungkan dengan Presiden Jokowi, sama sekali tidak berdasar," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono menduga ada gerakan politik yang secara paksa atau inkonstitusional ingin merebut kepemimpinan partainya.
Tidak tanggung-tanggung, berdasarkan kesaksian dari banyak pihak, pria yang akrab disapa AHY ini menduga, selain kader aktif, dan mantan kader Partai Demokrat, ada pejabat penting dalam pemerintahan terlibat dalam gerakan tersebut. Namun demikian, AHY tidak merinci siapa sosok dimaksud.
"Adanya gerakan politik yang mengarah pada upaya pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa," katanya dalam konferensi pers yang diselenggarakan di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Senin (1/2/2021).