JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah-Muhammadiyah, Siti Noordjannah Djohantini menyampaikan sikap terkait Keputusan Bersama Tiga Menteri tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Noordjannah menjelaskan, tujuan pendidikan nasional berdasarkan ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
"Sistem Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab,” tegas Noordjannah pada Sabtu (6/2) dalam kegiatan Konsolidasi Nasional Pimpinan Aisyiyah yang diikuti 600 pimpinan Aisyiyah seluruh Indonesia dan Pimpinan Cabang Istimewa Aisyiyah di luar negeri.
Terdapat enam sikap dari "Aisyiyah terkait SKB tiga menteri tersebut, yakni :
Pertama, pemerintah semestinya membuat kebijakan yang memberikan kelonggaran kepada sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah untuk membuat pengaturan yang positif yang arahnya menganjurkan, membolehkan, dan mendidik para siswa untuk taat menjalankan ajaran agama sesuai keyakinannya, termasuk dalam berpakaian seragam kekhasan agama siswa.
Kedua, pengaturan yang kaku dan ketat pada diktum Ketiga dalam Keputusan Bersama Tiga Menteri tersebut secara substantif tidak sejalan dengan prinsip dalam Pasal 31 ayat (3) UUD 1945 yang mengatur “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”.
Ketiga, memakai pakaian khusus keagamaan (pakaian seragam khas muslimah) merupakan bagian dari pelaksanaan ajaran agama sebagaimana dijamin oleh Pasal 29 UUD 1945. Karenanya pemerintah harus melindungi hak siswa dalam menjalankan ajaran agamanya melalui peraturan sekolah yang bijaksana dan moderat, yang menumbuhkan keberagaman siswa yang religius, damai, toleran, serta meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia sebagaimana tujuan Pendidikan Nasional.
Keempat, merespons diktum Kelima huruf d, dalam Keputusan Bersama Tiga Menteri yang menyatakan "Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan sanksi kepada sekolah yang bersangkutan terkait dengan bantuan operasional sekolah dan bantuan pemerintah lainnya yang bersumber dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan," tidak sejalan dengan ketentuan dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2). Ketentuan Pasal 31 UUD 1945, ayat (1) mengatur Setiap warga negara berhak mendapat Pendidikan dan ayat (2) yang mengatur Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Kelima, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah khususnya bagi siswa muslimah sangat akomodatif dan konstitusional. Ketentuan Pasal 1 angka 4 Permendikbud mengatur "Pakaian seragam khas muslimah adalah pakaian seragam yang dikenakan oleh peserta didik muslimah karena keyakinan pribadinya sesuai dengan jenis, model, dan warna yang telah ditentukan dalam kegiatan proses belajar mengajar untuk semua jenis pakaian seragam sekolah".
Karenanya Permendikbud tersebut masih sangat relevan untuk dilaksanakan di sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah dan dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu membentuk insan Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berkarakter akhlak mulia.
Di akhir penyampaian sikapnya, Ketua Umum PPA meminta agar pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan Kementerian Dalam Negeri untuk dapat lebih fokus dalam mengatasi masalah dan dampak yang sangat berat akibat pandemi Covid-19. Menurut Noordjannah semua komponen bangsa sebagaimana telah dilakukan
Aisyiyah-Muhammadiyah dapat bekerja sama mengatasi Covid-19 dan segala dampaknya dengan jiwa Persatuan Indonesia. “Karenanya hal-hal yang menimbulkan kontroversi semestinya dihindari oleh semua pihak sehingga bangsa Indonesia lebih ringan dalam menghadapi Covid-19 dan dapat menyelesaikan masalah-masalah nasional lainnya untuk kepentingan bersama,” tutupnya.
Pandangan Muhammadiyah
Sementara" itu, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu"ti menyatakan tidak mempersoalkan surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri tentang seragam sekolah . "Soal SKB Tiga Menteri, itu bukan masalah besar. Di negara-negara maju seragam tidak menjadi persoalan karena tidak terkait dengan mutu pendidikan," kata Mu"ti, Jumat (5/2/2021).
Mu"ti pun mengaku sudah mencermati substansi SKB 3 Menteri tersebut yang menurut dia justru sangat bagus. SKB itu terkait kebebasan menjalankan ajaran agama sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UU 1945.
"SKB tidak melarang peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan memakai seragam yang sesuai dengan agama dan keyakinan. SKB juga melarang semua bentuk pemaksaan pemakaian pakaian dan seragam yang tidak sesuai dengan agama dan keyakinan," sambung Mu"ti.
Menurut dia, sekolah seperti miniatur kerukunan antarumat beragama yang perlu ditanamkan wawasan, sikap, dan kesadaran hidup rukun, damai dan terbuka. Sehingga, terbina persatuan di tengah kebhinekaan suku, budaya dan agama.
Seperti diketahui, ada enam poin penting yang diputuskan dalam SKB tiga menteri yang terkait seragam sekolah.
Sikap NU
Ketua Lembaga Pendidikan Ma"arif Nahdlatul Ulama ( LP Maarif NU ) KH. Z Arifin Junaidi mengatakan aturan dalam surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri tentang seragam sekolah negeri hukumnya wajib.
"Gak ada, itu wajib. Kalau tidak mengikuti, dana BOS-nya itu ditarik. Masa SKB boleh diikuti boleh tidak. Yang tidak menjalankan itu diberi sanksi," kata Arifin, Jumat (5/2/2021).
Menurut dia, SKB tiga menteri memberikan jaminan kepada para siswa, guru, dan pihak sekolah agar menjaga nilai-nilai keberagamaan, serta keagamaan dalam dunia pendidikan.
"SKB itu sudah menjamin keberagaman sekaligus keberagamaan. Itu sudah terjamin. Sekolah tidak boleh mewajibkan siswanya untuk memakai seragam dengan identitas agama tertentu. Tidak boleh," ungkapnya.
Dia mengambil contoh, yang terjadi di Padang misalnya. Dengan SKB tiga menteri ini, peristiwa pemaksaan terhadap siswa nonmuslim untuk menggunakan busana seperti orang muslim tidak akan terjadi lagi.
"Sama misalnya di Bali. Sekolah negeri di sana tidak boleh melarang anak muslimah mengenakan seragam sesuai dengan keyakinan muslimah itu. Jadi tidak boleh dilarang oleh sekolah itu," ungkapnya.
Menurutnya, SKB tiga menteri mengatur tentang keragaman dan keberagamaan itu. Tidak hanya bagi siswa Muslim, tetapi juga siswa non Muslim. Sekolah harus menghargai perbedaan dan kebebasan beragama.
"SKB ini sudah menjamin keberagaman dan keberagamaan. Saya malah berharap, SKB tiga menteri tentang seragam sekolah ini tidak hanya berlaku untuk sekolah negeri saja, tapi juga sekolah swasta," katanya.