JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid mengkritisi keputusan Presiden Joko Widodo yang membuka keran investasi untuk industri minuman keras mengandung alkohol sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
HNW sapaan akrabnya mengatakan bahwa dibukanya investasi untuk Miras beralkohol ini tidak mempertimbangkan dengan serius bahaya dan dampak negatif miras yang sudah terjadi di masyarakat.
Kemarin, kata HNW mencontohkan, aparat penegak hukum baru saja mengalami kejadian yang memilukan, dimana seorang oknum polisi yang mabuk dan karena ditagih pembayaran miras, malah menembaki 4 warga, 1 anggota TNI dan 2 pegawai café di Cengkareng hingga tewas.
“Ini salah satu bahaya yang nyata dari miras, yang justru industrinya kini mau dibuka keran untuk investasi oleh Presiden. Sekalipun disebut beberapa daerahnya, tapi tak ada aturan yang melarang penyebaran konsumsi dengan segala dampak negatifnya,” ujarnya dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (26/2/2021).
Lebih lanjut, HNW mengatakan bahwa pembukaan investasi untuk industri miras itu berpotensi membuat produksi miras semakin melimpah banyak dan peredarannya semakin masif di lapangan.
“Bila dibaca secara keseluruhan Lampiran III Perpres yang menjadi dasar, maka ketentuan soal izin investasi ini bisa juga diberlakukan di banyak daerah, apalagi tidak ada limitasi berapa investasi untuk asing dan dalam negeri, jadi sangat terbuka bebas. Ini bisa berbahaya sekali. Kemarin dengan segala pembatasannya saja, tragedi terkait miras sudah bikin miris, apalagi bila dibuka longgar-longgar seperti ini,” tandasnya.
Dalam Lampiran III Perpres No. 10 Tahun 2021, memang disebutkan bahwa investasi miras mengandung alkohol dan investasi minuman alkohol berupa anggur dapat dilakukan di berbagai daerah, seperti Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua.
Namun, kata dia, bila dibaca secara menyeluruh, terutama poin b, Perpres tersebut juga membolehkan di daerah lain berdasarkan ketetapan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan usulan gubernur daerah yang bersangkutan.
“Jadi bila kita baca seksama, pembukaan investasi untuk industri miras ini bisa dilakukan di banyak daerah di Indonesia, bukan hanya daerah-daerah yang definitif disebutkan itu. Ini aturan yang tricky juga”ujarnya.
HNW menilai Presiden Jokowi hanya untuk kepentingan investasi dan ekonomi telah mengabaikan realita bahaya sosial dan keamanan terkait miras serta banyaknya korban-korban yang berjatuhan, serta keresahan rakyat dan Pemerintah Daerah terkait bahaya miras ini.
Sebagai contoh, ujar dia, beberapa provinsi yang disebutkan secara spesifik dalam Perpres sebagai diperbolehkan untuk invesatasi miras, malah mengalami masalah terhadap peredaran miras, Papua misalnya.
”Di Papua, dari level Provinsi sampai ke beberapa kabupaten atau kota, sudah banyak menerapkan Perda larangan Miras karena menimbulkan masalah sosial dan keamanan. Nah, ini pemerintah pusat kok malah mendukung dibukanya keran investasi untuk industri miras di Papua. Padahal Gubernur Papua Lukas Enembe pernah menegaskan bahwa adanya Perda Pelarangan minuman beralkohol yang berlaku di Papua, justru untuk lindungi Rakyat Papua(Berita Satu 1/4/2016). Mestinya Presiden Jokowi juga melindungi seluruh Rakyat Indonesia sebagaimana perintah konstitusi”ujarnya.
“Selain itu, Provinsi Sulawesi Utara. Di Sulut, berdasarkan data Polda Sulut pada 2011 lalu, 70 persen kriminalitas di sana terjadi akibat Miras,” tukasnya.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan bahwa secara nasional, Mabes Polri juga pernah merilis bahwa pada periode 2018-2020 ada 233 kejahatan. Sedangkan, selama periode 3 tahun itu, kasus pengadaan miras oplosan berjumlah 1.045 kasus.
HNW mengatakan bahwa peristiwa-peristiwa serta data tersebut sudah cukup menjadi bukti bahaya miras dan dampak negatifnya secara sosial dan keamanan dan moral bangsa, dan juga menjadi dasar bagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mendorong disahkannya Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol (RUU Minol).
“Ini yang sangat kontradiktif, kami (PKS, PPP dkk) di Baleg DPRRI sedang mendorong agar RUU Minol (larangan minuman beralkohol) segera dibahas untuk disahkan, tetapi Presiden malah membuka investasi untuk industri miras,” ujarnya.
Anggota DPR RI dari Komisi VIII ini berharap Presiden Jokowi segera menarik ketidakbijakan soal investasi miras itu.
“Aturan izin investasi itu baiknya ditarik saja, untuk segera kembali ke aturan daftar negatif investasi sebelumnya berdasarkan Perpres 44 Tahun 2016, dimana industri miras merupakan bidang usaha yang tertutup untuk investasi. Rakyat yang lagi susah akibat covid-19, hendaknya tidak ditambahi kekhawatiran soal miras. Bukan kah dalam kondisi darurat kesehatan covid-19 ini Presiden Jokowi selalu menyampaikan :“keselamatan Rakyat adalah hukum tertinggi”. Maka akan sangat bijak sekali kalau Demi keselamatan dan kesejahteraan Rakyat Indonesia, perpres investasi miras itu ditarik saja," pungkasnya.