JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) mengingatkan pemerintah untuk terus menjaga suplai ayam potong di pasaran. Mengingat kebutuhan ayam potong saat Ramadan dan Idul Fitri dipastikan meningkat. Namun, bila terjadi oversupply pasca lebaran, bisa dipastikan harga tak menguntungkan bagi peternak.
“Menurut data Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) produksi Day Old Chicken Final Stock (DOC FS) pada April mencapai 309.589.416, sementara kebutuhan pasar 261.411.003 ekor. Artinya terdapat selisih 48.178.413 ekor,” ujar Ketua DPP Pinsar, Singgih Januratmoko kepada wartawan, Minggu (11/4/2021).
Menurut Singgih, tahun 2021 peternak rakyat bakal kembali menghadapi oversupply yang berpotensi merugikan peternak mandiri. Karena hampir seluruhnya menyasar ke pasar tradisional atau pasar becek.
Ia melanjutkan, total produksi DOC FS pada 2021 mencapai 3.411.217.483 ekor, sementara daya serap pasar 2.901.200.776 ekor.
“Artinya akan ada oversupply sebanyak 510.016.707 ekor,” imbuh Singgih.
Menurutnya, kebijakan pengendalian populasi DOC FS pada 2020 sedikit demi sedikit membantu peternak. Pasalnya, harga ayam membaik dan menguntungkan peternak.
Namun, 2021 adalah masa recovery bagi para peternak, akibat salah kebijakan impor Grand Parents Stock (GPS) atau indukan ayam pada 2018.
“Impor GPS sebesar 785.000 ekor itu membuat pasokan ke pasar tradisional membumbung tinggi, akibatnya sepanjang 2019-2020 peternak mandiri rugi besar. Tahun ini merupakan tahun recovery yang berjalan lamban,” ujarnya.
Lambannya masa pemulihan bisnis peternak mandiri diakibatkan pandemi Covid-19, yang membuat permintaan ayam potong berkurang. Bisnis perhotelan, restoran, dan pariwisata yang jatuh dan daya beli masyarakat yang menurun, berandil melemahkan daya beli masyarakat.
“Daya serap ayam potong melemah hampir setengahnya,” kata Singgih.
Singgih mengingatkan Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag), untuk mengambil kebijakan mengurangi suplai DOC.
“Saya memperkirakan terjadi oversupply sebesar 150 juta ekor DOC sampai Juni. Ini berdampak terhadap terhadap harga ayam hidup,” lanjutnya.
Bagi peternak mandiri ayam potong, kenangan kerugian selama dua tahun, terutama puncaknya pada April 2020. Saat itu, Harga Pokok Penjualan (HPP) ayam potong hanya Rp5.000 per kilogram. Setelah Kementan turun tangan mengendalikan harga, pada September 2020, HPP menjadi Rp19.000 per kilogram.
Sementara itu Ketua DPD Pinsar Solo, Parjuni, berharap Kementan menerapkan cutting atau pemangkasan jumlah DOC sampai bulan Juni, agar harga ayam potong dari peternak bisa di atas HPP. Persoalan lain, harga DOC FS di kalangan peternak rakyat melebihi Rp6.000 per ekor.
“Ini tidak normal. Biasanya kami membeli DOC FS di bawah Rp6.000. Kenaikan harga tersebut sangat berpengaruh terhadap HPP,” ujar Parjuni.
Harapan yang sama juga disampaikan Kholiq, dari Pinsar Jawa Timur. Menurutnya, Ditjen PKH harus terus melanjutkan kebijakan cutting DOC FS. Bila kebijakan tersebut tidak dilakukan, harga ayam bisa dipastikan di bawah HPP pada saat lebaran.
“Ini ironi, saat permintaan naik justru harga daging ayam di bawah HPP,” lanjutnya.
Sementara itu, Ketua Pinsar Jawa Barat Muklis Wahyudi meminta pemerintah segera mengeluarkan aturan untuk pengurangan DOC bulan April-Juni.
“Karena jika harga di bawah HPP lagi, lebih banyak lagi peternak mandiri yang kolaps, karena telah merugi selama 2019 dan 2020,” imbuhnya.