JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Pengamat hukum dari Universitas Bung Karno (UBK) Azmi Syahputra menyarankan agar pihak-pihak yang kontra terkait penangkapan salahsatu pentolan eks ormas FPI, Munarman untuk menempuh jalur Praperadilan.
Praperadilan adalah sarana hukum yang di design guna meminimalisir terjadinya pelanggaran HAM termasuk penangkapan dan penetapan seseorang jadi tersangka. Melalui sarana inilah semua akan terang benderang ketimbang beropini.
"Untuk menguji apakah penangkapan sah atau tidak, termasuk sah-tidaknya penetapan tersangka dapat diuji melalui praperadilan," kata Azmi kepada wartawan, Rabu (28/04/2021).
Tak dapat dipungkiri juga, kata dia, penegakan hukum pidana bisa menampakkan dua wajah berbeda, disatu sisi dianggap sebagai penegakan hukum bila dapat membuktikan kesalahan tersangka dan memiliki alat bukti yang cukup dan sah.
"Namun disisi lainnya dapat dianggap kesewenangan, maka terhadap adanya dialektika pro-kontra di masyarakat atas penangkapan Munarman, sebaiknya tempuh jalur Praperadilan jika kurang puas," tandasnya.
Dijelaskannya, hanya ada satu pranata hukum yaitu melalui praperadilanlah untuk menguji, memeriksa dan memutus bila ada penyimpangan, termasuk sebagai salah satu mekanisme komplain sekaligus kontrol terhadap kemungkinan tindakan upaya paksa atau tindakan sewenang wenang aparatur dalam melakukan penangkapan dan penggeledahan termasuk penetapan tersangka.
"Perluasan objek Praperadilan Pasca putusan MK 21/PUU/12/2014 merupakan upaya mengawasi proses penegakan hukum sehingga kepada yang kepentingan hak hukumnya dilanggar dapat mengajukan uji legalitas penetapannya sebagai tersangka dengan menguji apakah bukti-bukti sesuai aturan dengan karakter kejahatannya melalui sidang Praperadilan," tegasnya.
Disinilah menurutnya, fungsi hukum acara dan KUHAP untuk menyeimbangkan kepentingan perlindungan masyarakat atau seseorang bila disandingkan dengan kewenangan aparatur hukum melalui gugatan permohonan praperadilan.
"Dengan menerapkan asas hukum acara pidana serta yang terutama guna untuk melindungi kepentingan hak konstitusional warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945," katanya.