JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Sunardi Edy Sukamto berharap agar Pemerintah bersikap tegas terhadap mafia-mafia pangan dalam hal ini para mafia gula.
Ketegasan Pemerintah, menurutnya, bisa di implementasikan dalam bentuk regulasi yang kuat.
"Pemerintah jangan kompromi terhadap kepentingan-kepentingan para pemburu rente disektor pangan terutama sektor gula. Skema pengawasan disektor gula mesti terus diperkuat agar kami para petani tebu tidak dirugikan akibat ulah para pemburu rente," tegas Edy kepada wartawan, Sabtu (19/06/2021).
Sejauh ini, kata dia, keberadaan para mafia gula menjadi persoalan serius bagi para petani tebu.
"Kami berharap dengan adanya Permenperin 03/2021 ini sepak terjang para mafia dapat ditekan dan bisa dihentikan pergerakannya," tegasnya.
Edy mengingatkan, jangan sampai negara dengan berbagai instrumen yang dimilikinya terkesan gampang di dikte kepentingan para pemburu rente.
"Apa iya istana terlelap, menyelesaikan masalah gula saja gak beres-beres. Apa negara udah diserahkan pada mafia-mafia komoditi pokok. Saya kira hal itu tidak boleh terjadi. Jadi dengan adanya Permenperin 03/2021 ini spirit membenahi sektor gula termasuk membenahi sepak terjang para pemburu rente itu tadi, dapat dijadikan momentum oleh Pemerintah. Tinggal implementasi dan pengawasan regulasi tersebut dijalankan dengan komitmen yang kuat yakni komitmen menuju swasembada pangan dalam hal ini gula," tandasnya.
Menurutnya, cita-cita swasembada pangan termasuk di dalamnya soal gula akan sulit terealisasikan sepanjang persoalan-persoalan yang terus dihadapi para petani tebu dalam hal ini belum dapat teratasi.
"Dan lucunya lagi kita belum swasembada setiap panen tebu disaat musim giling gulanya susah jual dan harga turun. Saya kira persoalan-persoalan seperti mesti dibenahi," tegasnya.
Lebih lanjut Edy juga mendorong agar pemerintah menetapkan 11 pabrik rafinasi yang ada di Indonesia dan 2 pabrik baru di Jawa timur masuk ke dalam daftar investasi negatif.
"Karena hanya mengandalkan bahan baku dari import raw sugar. Selama hampir 18 tahun mereka beroperasi dan 5 tahun yang di Jawa timur meraup untung besar sekarang mestinya sudah wajib menguatkan dan andil dalam ketahanan dan kedaulatan pagan nasional dengan menanam tebu sendiri untuk di jadikan gula rafinasi maupun kristal putih sesuai desain dan ijin pabriknya, bukan dari import-import dan import raw sugar," sindirnya.
"Mestinya pabrik-pabrik gula tersebut diatas itu merubah pola pikir dari ketersediaan pangan menjadi ketahanan pangan dari produksi nasional sendiri," sambungnya.
Edy juga pesimis jika swasembada tidak dibarengi dengan konsep pengaturan yang memadai maka swasembada hanya angan-angan belaka.
"Bicara swasembada mestinya dipikirkan soal bagaimana Pemerintah membuat neraca gula nasional satu pintu. Saat ini neraca gula gak jelas yang import banyak pintu yang kasih ijin banyak pihak. Artinya gak bakalan selesai masalah gula bangsa ini jika semua berburu kepentingan untuk kelompoknya," katanya.
Untuk itu, lanjut dia, APTRI berharap agar istana untuk bangkit, merangkul dan mengajak para ahli dan profesional untuk menyelesaikan masalah gula ini.
"Merdeka sudah 72 tahun gula pernah ekspor sekarang jadi importir terbesar dunia, siapa dan apa yang salah dengan bangsa Indonesia, pastilah tidak tegasnya pengelola," tegasnya.
"Permenperin 03/2021 sekali lagi saya katakan, bisa dijadikan alat gebuk ke para pemburu rente yang selama ini menghambat cita-cita swasembada pangan dalam hal ini gula, dan nantinya bila perlu Permenperin ini disempurnakan lagi yang tegas dan kuat bahkan ditingkatkan menjadi peraturan presiden," pungkasnya.