JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Rehulina Sembiring Meliala seorang pengusaha asal Medan dilaporkan kepada Badan Reserse Kriminal Polri pada hari Kamis (15/7) atas dugaan pidana penggelapan 47 kilogram emas, berlian dan permata bernilai total sekitar Rp 50 miliar. Turut dilaporkan bersama Rehulina, oknum notaris Jantoni Tarigam dan Makmur Sentosa Sembiring Meliala, pemilik Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Milala.
Laporan pengaduan dugaan penggelapan kepada Bareskrim Polri yang merugikan ahli waris dari almarhum Kapiten Sembiring Meliala itu dilakukan oleh advokat Raden Nuh SH dan Rahmat Sorialam Siregar SH selaku kuasa hukum ahli waris Kapiten S Meliala.
“Di samping melaporkan dugaan pidana penggelapan, kami juga melaporkan dugaan pidana pemalsuan dan penggunaan akta palsu serta pidana pencucian uang kepada Bareskrim Polri yang dilakukan para terlapor. Alhamdulillah, laporan pengaduan kami melalui Dumas Presisi direspon sangat baik,” ujar Raden Nuh SH melalui siaran persnya kepada media, Jumat (16/7) di Jakarta.
Menurut Raden, advokat kuasa hukum ahli waris yang juga dikenal luas sebagai mantan aktivis itu, laporan pengaduan kepada Bareskrim Polri dilakukan karena pihaknya ingin pemeriksaan perkara dugaan penggelapan, pemalsuan dan pencucian uang yang dilaporkannya dapat dituntaskan cepat dan bebas dari intervensi oknum tertentu.
“Kami belajar dari pengalaman sebelumnya, di mana oknum terlapor (Rehulina dan kawan-kawan) pernah dilaporkan ke Polres Tanah Karo dan Polda Sumatera Utara, namun kandas karena diduga ada intervensi oknum politisi unsur pimpinan DPRD Sumut yang jadi pelindungnya," ungkap Raden, advokat alamuni Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.
Bermula dari informasi yang diterima ahli waris almarhum Kapiten Sembiring Meliala (KSM) pada akhir tahun 2018 lalu, yang menyebutkan Rehulina Sembiring Meliala, salah satu ahli waris KSM pada 5 Februari 2013 secara diam-diam tanpa sepengetahuan dan persetujuan ahli waris lain telah mengganti nama kepemilikan pada sertifikat hak milik atas sebidang tanah No. 16 dari semula atas nama Kapiten Sembiring Meliala menjadi atas nama Rehulina Sembiring Meliala dan nama ketiga anaknya masing-masing bernama Siska Monita Tarigan, Ricky Aritha Tarigan dan Hera Barbara Tarigan.
Rahmat Sorialam Harahap, salah satu kuasa hukum ahli waris menambahkan, “Penggantian nama pemilik atas sebidang tanah berikut dengan bangunan permanen yang berdiri di atas tanah tersebut yang dikenal dengan Toko Emas Milala menjadi atas nama Rehulina dan ketiga anaknya tujuannya untuk menguasai dan memiliki sepenuhnya Toko Emas dan seluruh simpanan modal usaha berbentuk emas batangan dan emas perhiasan kadar 24 karat sebanyak sekitar 47 kilogram, simpanan berlian dan permata berharga. Seluruhnya bernilai sekitar Rp. 50 milyar”.
Simpanan modal usaha berupa emas batangan, emas perhiasan, berlian dan permata berharga yang berada di dalam Toko Emas Milala seluruhnya merupakan harta peninggalan atau warisan almarhum Kapiten Sembiring Meliala yang meninggal dunia akhir tahun 2012.
“Saat kematiannya, almarhum meninggalkan dua istri dan dua belas anak hasil perkawinannya dengan tiga istri, Salah satu istrinya, meninggal dunia lebih dulu,” jelas Rahmat, yang juga mantan Ketua DPD Partai Gerindra Sumatera Utara.
Advokat yang juga calon Walikota Binjai pada Pilkada 2020 lalu itu memaparkan, sejak wafatnya Kapiten Sembiring Meliala tahun 2012 hingga sekarang, para ahli waris tidak pernah duduk bersama melakukan musyawarah untuk membuat kesepakatan mengenai harta peninggalan almarhum. Almarhum pun tidak meninggalkan wasiat atau akta wasiat.
“Jika ada surat atau akta wasiat, maka berdasarkan hukum wasiat itu harus dibuka, diberitahukan segera kepada seluruh ahli warisnya. Faktanya, tidak ada informasi dari notaris atau pihak terkaig mengenai akta wasiat yang dibuat Kapiten Sembiring Meliala semasa hidup,” ungkap Raden menjelaskan duduk permasalahannya.
Ditambahkannya, terlapor Rehulina Br. Sembiring Meliala diketahui menggunakan akta wasiat No. 1 yang dibuat di hadapan Jantoni Tarigan SH, Notaris di Kabanjahe, Tanah Karo sebagai dasar penggantian nama atas sertifikat hak milik No. 16.
“Dapat dipastikan akta wasiat No, 1 itu adalah palsu. Pemalsuan akta autentik oleh oknum notaris Jantoni Tarigan diperkuat melalui putusan Majelis Pengawas Notaris Sumatera Utara No. 04/MPWN.Provinsi Sumatera Utara/V/2019 tanggal 10 Mei 2019 yang mengadili Terlapor Notaris Jantoni Tarigan SH. Dalam putusan tersebut, Jantoni Tarigan dinyatakan bersalah karena melanggar kode etik dan hukum dalam penerbitan Akta Wasiat No. 1 tanggal 1 November 2004”.
Tidak terima menanggung kesalahan sendiri, Jantoni Tarigan kemudian buka suara.
“Dia (Jantoni Tarigan) mengaku otak dari pemalsuan akta tersebut adalah Makmur Sentosa Sembiring Meliala, salah satu ahli waris yang juga berprofesi sebagai notaris,” kata Rahmat melengkapi penjelasannya kepada media.
Berdasarkan fakta dan bukti yang ada, kuasa hukum ahli waris yang dirugikan, melaporkan perbuatan ketiga pelaku tersebut kepada Bareskrim Polri atas dugaan penggelapan, pemalsuan akta autentik dan pencucian uang.
“Dugaan TPPU (tindak pidana pencucian uang) oleh para pelaku/terlapor turut kami sertakan dalam laporan pengaduan ke Bareskrim Polri karena keberhasilan para pelaku menyembunyikan perbuatan pidananya selama bertahun-tahun melalui usaha atau bisnis milik terlapor. Makmur Sentosa Sembiring Meliala selain seorang notaris juga pemilik PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Milala, sedangkan Rehulina menyembunyikan hasil kejahatan dengan usaha Toko Emasnya di Kabanjahe, Sumatera Utara,” pungkas Rahmat.
Dengan bukti-bukti yang dimiliki, ahli waris Kapiten Sembiring Meliala yang dirugikan akibat penggelapan para terlapor yakin perkara pidana ini dapat secepatnya dituntaskan penyidik Bareskrim Polri. Jika dinyatakan bersalah, ketiga terlapor terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.