JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Ketua MUI Pusat bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis, juga memutuskan cryptocurrency seperti Bitcoin haram hukumnya sebagai alat investasi. Sebab, keberadaan Bitcoin tidak ada aset pendukung, harga tak bisa dikontrol, dan belum ada jaminan sebagai alat investasi resmi.
"Sehingga kemungkinan besar banyak spekulasi ialah haram," katanya seperti dikutip dari cholilnafis.com, Kamis (22/4).
Cholil melanjutkan, Bitcoin hukumnya adalah mubah sebagai alat tukar bagi yang berkenan untuk menggunakannya dan mengakuinya. Artinya, Bitcoin tidak untuk spekulasi, ada kebutuhan.
Jika transaksi dilakukan pada mata uang sejenis nilainya harus sama dan tunai (attaqabudh). Jika berlainan jenis harus dengan kurs yang berlaku saat transaksi dan tunai.
"Namun Bitcoin sebagai investasi hukumnya adalah haram karena hanya alat spekulasi bukan untuk investasi, hanya alat permainan untung rugi, bukan bisnis yang menghasilkan," ungkapnya.
Bitcoin
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur memutuskan bahwa cryptocurrency, yakni mata uang digital atau virtual seperti Bitcoin yang dijamin kriptografi hukumnya haram. Keputusan itu diambil dalam Bahtsul masail PWNU Jawa Timur pada Minggu (24/10).
"Para peserta bahtsul masail memiliki pandangan bahwa meskipun crypto telah diakui oleh pemerintah sebagai bahan komoditi, tetap tidak bisa dilegalkan secara syariat," kata Kiai Azizi Chasbullah, selaku mushahih, seperti dikutip dari laman jatim.nu.or.id.
Adapun Bahtsul masail PWNU Jawa Timur menghadirkan utusan dari Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) dan beberapa pesantren se-Jawa Timur. Dalam pertemuan itu dibahas mengenai status cryptocurrency tidak bisa diakui komoditi dan tidak diperbolehkan.
"Atas beberapa pertimbangan, di antaranya adalah akan adanya penipuan di dalamnya, maka dihukumi haram," ungkap alumni Pesantren Lirboyo, Kediri tersebut.
Dalam pembahasan, peserta musyawarah atau musyawirin juga menilai cryptocurrency tidak memiliki manfaat secara syariat sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab fiqih.