JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Anggota Komisi VI DPR RI, I Nyoman Parta berjanji akan memperjuangkan nasib para pengusaha tempe yang saat ini tengah mengeluhkan tentang melambungnya harga kedelai di pasaran saat ini.
Hal tersebut disampaikan Parta karib ia disapa saat menerima pengaduan dari para pengusaha tempe asal Bali.
"Mereka yang di dampingi oleh Perhimpunan Pengusaha Mikro Kecil Indonesia, mengeluhkan tentang mahalnya harga kedelai yang sebelum Covid 2019 seharga Rp. 9000 per kilo sekarang sudah menjadi Rp. 12.500 bahkan saat awal tahun pernah sampai Rp.14.000, per kilo," ungkap Politikus PDIP itu kepada wartawan, Rabu (18/01/2023).
Saat menerima dan mendengarkan keluhan, Parta mengaku terenyuh dengan nasib para pelaku usaha tempe tersebut.
"Pukulan berat bagi para pelaku pembuat tempe yang notabene sebagian besarnya adalah pengusaha kecil," lirih Parta.
Tak hanya kedelai, Parta mengatakan, berdasarkan keluhan dari para pengusaha tempe tersebut juga banyak komponen pendukung lainnya yang harganya mengalami kenaikan.
"Mereka juga menyebutkan seluruh komponen untuk membuat tempe harganya naik, Kedelai, Gas, Ragi, Plastik serta daun pun naik, hal ini menyebabkan banyak pelaku usaha yang gulung tikar," terang Parta.
Yang lebih memprihatinkan lagi, kata dia, di saat para pengusaha tempe tersebut terpukul imbas kenaikan harga kedelai, mereka juga kesulitan mengakses permodalan dari perbankan milik BUMN.
Pada akhirnya, ungkap dia, ketika kesulitan mengakses permodalan ke bank milik negara, mereka menempuh cara lain yaitu meminjam modal ke rentenir dengan bunga yang tak wajar hanya demi keberlangsungan operasional usaha mereka. Tentu ini kondisi yang cukup memprihatinkan, akses modal ke bank BUMN sulit, tak mengakses ke rentenir taruhannya usaha milik mereka gulung tikar. Serba salah.
"Mereka juga menyampaikan besarnya biaya produksi membuat para pelaku pinjam uang di rentenir atau Bank keliling dengan bunga sampai 30% dengan mengembalikan setiap hari, inilah dampak dari susahnya rakyat mengakses modal dengan syarat yang mudah di perbankan milik pemerintah," sindirnya.
Secara keseluruhan, kata dia, kondisi tersebut terjadi karena negara masih memakai jalan pintas dalam menyelesaikan persoalan kebutuhan kedelai baik dari hulu hingga hilirnya hanya dengan menggunakan pendekatan impor.
"Ini resiko yang paling nyata jika bahan baku pangan kita bergantung pada Impor, sedangkan konsumsi tempe masyarakat Indonesia sangat tinggi, terutama dikalangan masyarakat kecil," tegasnya.
Parta memastikan, guna menindaklanjuti keluhan para pengusaha tempe tersebut, pihaknya akan segera memanggil para pemangku kebijakan terkait.
"Komisi 6 akan mengundang Menteri Perdagangan dan Menteri Koperasi dan UKM minggu depan," ungkapnya.