JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Forum Mahasiswa Kepulauan Madura (FP-MK) melaporkan indikasi penyelahgunaan wewenang dan korupsi di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur. Pasalnya sejak 2010, warga Sumenep tidak ada yang bayar pajak bumi bangunan (PBB), namun ternyata bukti pembayaran PBB tetap keluar.
Koordinator FP-MKAsip Irama mengatakan, pada masa kampanye Pilkada 2010 Kabupaten Sumenep, calon Bupati Busyro Karim berpasangan dengan Sungkono Sidik melontarkan janji kampanye bebas PBB untuk masyarakat Kabupaten Sumenep.
"Sejak tahun 2010- 2015 warga masyarakat Sumenep tidak ada yang bayar PBB, dan ternyata bukti pembayaran PBB tetap keluar. Lalu dari mana dana PBB warga masyarakat Sumenep terbayar?" Kata Asip usai melaporkan ke Mabes Polri, Kamis (25/6/2015).
Dalam kebijakan PBB Kabupaten Sumenep kata dia, yang bertanggung jawab adalah Bupati Sumenep dan Kepala Dinas Pendapatan dan pengelolaan keuangan dan asset daerah (DPPKA) Kabupaten Sumenep. Kasus ini diakuinya pernah dilaporkan ke Polda Jawa Timur oleh kalangan masyarakat, namun sampai saat ini penanganannya mandek.
"Kiranya Kapolri melalui Bareskrim Mabes Polri dan Direktur Pidana Khusus dapat men-supervisi atau bahkan mengambil alih penanganan kasus ini," jelasnya.
Diindikasikan, pajak terbayar PBB memakai dana bansos yang dibebankan kepada Kepala Desa. Namun yang terjadi, kepala Desa tak pernah menarik PBB pada warga masyarakat, tapi kepala desa tetap membayar setoran PBB pada Dinas Pendapatan dan pengelolaan keuangan dan aset daerah (DPPKA) Kabupaten Sumenep.
"Akibatnya banyak kepala desa mengeluh, namun enggan melaporkan penyalahgunaan wewenang dan indikasi korupsi. Jadi warga tidak pernah bayar, tapi ada bukti lunas," jelasnya.
Seperti diketahui bahwa Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnyakemakmuran rakyat. Dalam hal ini tidak ada lembaga mana pun yang kemudian yang mempunyai kewenangan menghapus kewajiban.
Menurutnya dengan menyatakan bahwa warga masyarakat tidak usah bayar pajak, sama artinya mengajari warga melanggar UU dan pembangkangan pada peraturan.
"Bupati Sumenep dalam hal ini telah mengajari warga masyarakatnya membangkang dan mendorong pelanggaran undang-undang," ujarnya.
"Dengan tidak bayar pajak, warga melanggar UU dan pembangkangan yang di-amini oleh Bupati. Akibat fatal, kelak jika pergantian bupati dan melaksanakan UU dengan menarik pajak sesuai ketentuan UU, maka akan ada distrust, ketidakpercayaan dan menurukan wibawa aparat Negara." (iy)