JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menegaskan pengajukan Guru Besarnya telah sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu Permendikbud No. 92 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Dosen.
Termasuk persyaratan mengikuti pendidikan dan latihan serta mengikuti serangkaian tes kemampuan akademik untuk mendapatkan sertifikasi dosen sebagai salah satu persyaratan pengajuan Guru Besar atau Profesor.
"Saat ini permohonan Guru Besar masih dalam proses pengajuan dan menunggu penetapan nominasi peserta Serdos (sertifikasi dosen) dari Dirjen Dikti. Selama itu belum keluar dan statusnya Eligeble, saya tidak bisa mengisi atau upload beban kerja dosen (BKD) tahun 2022 dan 2023. Jadi, aneh juga kalau ada pihak yang mempersoalkan, karena kita masih mengikuti proses," ujar Bamsoet di Jakarta, Senin (17/6/24).
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI Bidang Hukum, HAM dan Keamanan ini menjelaskan pengajuan dirinya untuk menjadi Guru Besar telah mengikuti ketentuan dan persyaratan yang ada. Seperti masa waktu mengajar 10 tahun di Universitas Borobudur, Universitas Terbuka, pascasarjana Universitas Pertahanan RI (UNHAN) dan pascasarjana Universitas Trisakti.
Selain, nilai KUM yang terdiri dari pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat serta unsur tambahan lainnya sehingga mencapai angka kredit 850 sebagaimana dipersyaratkan untuk Guru Besar.
"Untuk mencapai nilai KUM sebesar 850 tersebut, saya telah menulis artikel ilmiah diberbagai jurnal ilmiah internasional yang terindeks scopus dan Sinta dan menyertakan 32 judul buku karya saya yang telah diterbitkan dan telah mendapat sertifikat HAKI. Sehingga dalam pengusulan GB nilai KUM, saya telah mencapai angka kredit lebih dari 1.000, melampaui angka kredit yang ditentukan, yakni 850," urai Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI (Ormas Pendiri Partai Golkar) dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, ketentuan lain yang harus dipenuhi dalam pengusulan Guru Besar adalah keharusan memiliki sertifikat dosen. Bamsoet sendiri telah mengikuti PEKERTI (Pelatihan Tehnik Instruksional), TKDA (Test Kemampuan Akademik) dan TKBI (Test Kemampuan Bahasa Inggris) pada April-Mei 2024 lalu di UHAMKA, UNJ dan UNPAD.
"Saya taat azas. Semua proses saya ikuti. Saat ini saya hanya tinggal menunggu ditetapkan sebagai peserta untuk sertifikat dosen oleh Dikti. Sebagai dosen pengusul tentu saja saya menunggu keputusan DIKTI untuk mendapatkan sertifikat dosen tersebut," kata Bamsoet.
Dosen Tetap pascasarjana Universitas Borobudur ini juga meluruskan tentang riwayat pendidikan yang dipersoalkan Kaukus Indonesia Untuk Kebebasan Akademik(KIKA). Kelulusan S2 dirinya yang lebih dahulu dibanding S1 telah diklarifikasi di LLDIKTI Wilayah III Jakarta. Dimana hal tersebut dimungkinkan di lembaga pendidikan Manajemen IMNI pada waktu itu menerima lulusan atau ijazah Sarjana Muda (Akademi Akutansi Jayabaya) tahun 1987.
"Sambil menyelesaikan program S1 saya di STEI Jakarta selama hampir 3 tahun, saya juga mengikuti kuliah malam hari selama dua tahun lebih di IMNI sambil menjalankan tugas saya sebagai wartawan di Harian Prioritas. Alhamdulillah, dua-duanya saya bisa selesaikan dalam waktu yang hampir bersamaan. Tahun 1991 selesai MBA di IMNI dan Sarjana Ekonomi di STEI tahun 1992," jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Alumni Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran (UNPAD) dan mahasiswa S2 di Universitas Jayabaya ini menambahkan, selain mengajar, menguji dan membimbing disertasi mahasiswa, Ia juga akhirnya berhasil menyelesaikan program pascasarjana S3 di Universitas Padjajaran pada awal tahun 2023.
"Jadi, tidak ada yang salah. Termasuk Kemendikbutristek. Karena semua masih dalam proses. Saya justru heran, ada yang ingin berusaha menjatuhkan reputasi saya. Saya adalah orang yang taat azas. Semua tahapan, prosedur akan saya lalui sesuai peraturan dan perundang-undangan," pungkas Bamsoet.