Berita
Oleh Sahlan Ake pada hari Jumat, 26 Jul 2024 - 20:41:58 WIB
Bagikan Berita ini :

Langkah Puan dan DPR Dialog dengan Negara Melanesia Dinilai Sebagai Upaya Jaga Papua

tscom_news_photo_1722001318.jpg
Puan Maharani (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Ketua DPR RI Puan Maharani memimpin DPR bertemu negara-negara rumpun Melanesia dengan salah satu poin pembahasan adalah terkait perkembangan di Papua. Hal ini dinilai penting mengingat negara-negara Melanesia di Pasifik itu kerap menyoroti isu Papua di komunitas internasional.

Adapun negara-negara yang dimaksud itu tergabung dalam Melanesian Spearhead Group (MSG), organisasi antar-Pemerintah negara dengan rumpun Melanesia di kawasan Pasifik. Pertemuan dengan perwakilan MSG digelar dalam sebuah dialog parlementer di sela-sela perhelatan Sidang ke-2 Indonesia-Pacific Parliamentary Partnership (IPPP) yang digelar DPR di Jakarta, Kamis (25/7) kemarin.

“IPPP ini dapat dilihat sebagai pengayaan dari upaya yang dilakukan Indonesia untuk menjaga Papua agar tetap menjadi bagian dari NKRI,” kata Dosen Hubungan Internasional Universitas Paramadina, Anton Aliabbas, Jumat (26/7/2024).

Forum IPPP sendiri merupakan inisiatif DPR untuk memperkuat kemitraan di kawasan Pasifik di mana pertemuan pertama digelar pada tahun 2018 lalu. Pada pertemuan dengan MSG, delegasi DPR dipimpin langsung oleh Ketua DPR RI Puan Maharani didampingi oleh Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus dan Ketua BKSAP DPR Fadli Zon.

Sementara untuk pihak MSG yang datang adalah Ketua Parlemen Republik Fiji, Ratu Naiqama Lalabalavu, Ketua Parlemen Kepulauan Solomon, John Patteson Oti, Anggota parlemen Papua Nugini (PNG) Johnson Wapunai, hingga Direktur Jenderal MSG yang merupakan tokoh dari PNG, Leonard Louma.

Dalam pertemuan yang dibalut dalam sesi dialog tersebut, Puan merinci soal pembangunan besar Papua yang sudah dilakukan Indonesia. Puan mengungkap bahwa Pemerintah Indonesia telah memprioritaskan pembangunan di wilayah terdepan Indonesia, termasuk Papua.

Bahkan Puan merinci peningkatan pembangunan di Papua meliputi beribu-ribu jalan raya hingga banyak infrastruktur sarana lainnya seperti ratusan sekolah, fasilitas kesehatan, beberapa bandara, pelabuhan, hingga pemerataan penyaluran listrik. Kepada MSG, Puan menegaskan pembangunan di Papua juga telah mampu meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia dan menurunkan tingkat kemiskinan secara signifikan.

Anton menilai, upaya yang dilakukan Puan bersama jajaran DPR cukup signifikan mengingat negara-negara Melanesia di Pasifik yang berbatasan langsung dengan Bumi Cenderawasih tersebut kerap menyoroti isu Papua di forum internasional, seperti di PBB.

“Karena bagaimanapun juga dukungan dari MSG dan negara-negara di kawasan Pasifik Selatan menjadi krusial untuk mencegah potensi eskalasi isu Papua di level internasional,” tuturnya.

Anton pun menyoroti pesan DPR kepada MSG bahwa negara betul-betul memperhatikan kesejahteraan masyarakat Papua. Dalam dialog DPR dan MSG, disampaikan pula bahwa DPR berperan penting dalam penguatan kelembagaan politik, penguatan demokrasi, serta implementasi Otonomi Khusus Papua.

Salah satunya adalah dengan mendukung implementasi penuh UU Otonomi Khusus Papua melalui pembentukan Majelis Rakyat Papua sebagai lembaga representasi orang Papua. DPR juga mendukung kekhususan Papua dengan memberi kewenangan terhadap Papua dalam merumuskan perundang-undangan yang khas di Papua.

Puan pun menjelaskan dukungan DPR termasuk pada perluasan atau pemekaran provinsi sehingga Papua kini telah menjadi 6 Provinsi yang bertujuan agar pemerataan pembangunan dapat lebih maksimal.

Untuk diketahui, MSG merupakan organisasi antarpemerintah negara-negara Melanesia di kawasan Pasifik yang beranggotakan Fiji, Front de Liberation Nationale Kanak et Socialiste (FLNKS), Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Vanuatu.

Beberapa negara MSG kerap mengangkat isu Papua di forum internasional, khususnya terkait isu HAM. Bahkan Vanuatu secara terang-terangan mendukung kemerdekaan Papua dari Indonesia.

Untuk itu, pendekatan diplomasi parlemen secara soft yang dilakukan DPR dinilai bisa menambah upaya Pemerintah untuk memastikan kedaulatan Indonesia atas Papua. Khususnya pendekatan kepada negara-negara di Pasifik yang sering membawa isu Papua ke ranah global.

“Langkah yang dilakukan Puan dan DPR ini memang tidak bisa dilepaskan dari penguatan atas upaya Pemerintah untuk meningkatkan kerja sama dengan negara di kawasan Pasifik Selatan,” jelas Anton.

Lebih lanjut, Head of Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) ini mengapresiasi DPR yang menginisiasi forum kerja sama dengan parlemen negara-negara Pasifik melalui IPPP. Apalagi, kata Anton, Puan juga menyoroti isu pentingnya stabilitas keamanan kawasan di tengah ancaman geopolitik.

“Kita memang juga harus meningkatkan perhatian ke kawasan Pasifik Selatan. Karena bagaimanapun dinamika geopolitik ke depan juga akan terjadi di kawasan tersebut mengingat China sudah melakukan ekspansi kerja sama yang signifikan di sana,” terangnya.

“Dengan demikian, penguatan kerja sama dengan negara pasifik dalam banyak hal perlu dilakukan, tidak hanya menyangkut soal Papua tapi juga menyentuh hal esensial lainnya,” imbuh Anton.

Dalam beberapa kesempatan di Sidang ke-2 IPPP, Puan menyatakan Indonesia dan negara-negara Pasifik memiliki kesamaan sebagai negara kepulauan yang dikelilingi perairan dan lautan, termasuk kesamaan nilai-nilai.

Sebagai negara kepulauan, Indonesia dan negara-negara Pasifik dinilai menghadapi tantangan yang sama seperti ancaman perubahan iklim, terjadinya bencana, dan tantangan dalam pengelolaan laut serta perairan.

Kesamaan tersebut dinilai dapat menjadi modal untuk pengembangan hubungan lebih baik di masa mendatang dengan fokus bekerja sama pada isu-isu yang menjadi kepentingan bersama.

Dalam hal ini, menurut Puan, pondasi dari kokohnya hubungan Indonesia dan negara-negara Pasifik adalah hubungan yang berdasar prinsip kesetaraan, saling menghargai kedaulatan dan kesatuan teritori, serta hidup berdampingan secara damai.

Puan juga menekankan bahwa semua negara yang terlibat dalam IPPP memiliki tempat yang sama dan dapat berdiri sama tinggi, serta sama-sama mematuhi hukum internasional dan piagam PBB.

Untuk itu, Puan mengajak negara-negara Pasifik sebagai satu keluarga besar untuk bekerja sama dalam membangun saling kepercayaan (trust), dan saling pengertian (mutual understanding) demi menciptakan perdamaian, dan stabilitas di kawasan.

Puan juga berpendapat IPPP dapat melengkapi arsitektur regional (regional architecture) kerja sama di Pasifik, yang mengedepankan kemitraan terbuka dan inklusif.

Anton memuji Puan yang mengangkat isu ekonomi biru dalam Sidang ke-2 IPPP karena Indonesia dan negara-negara anggota IPPP sebagai negara kepulauan memiliki potensi penguatan dalam hal tersebut.

“Apalagi, pemanasan global merupakan ancaman yang nyata bagi negara-negara pasifik yang dapat berdampak serius bagi eksistensi mereka,” tambahnya.

Dengan mengajak negara-negara anggota IPPP berkolaborasi, Anton menilai DPR membawa Indonesia di pihak yang menguntungkan. Hal itu bisa dilihat sebagai upaya Indonesia tetap merangkul negara-negara yang selama ini jarang diperhatikan komunitas internasional.

“Kehadiran dan kerjasama kuat yang diinisiasi Indonesia tentu saja menjadi krusial untuk menunjukkan bahwa keberadaan mereka juga penting bagi kita,” ungkap Anton.

Delegasi parlemen Pasifik yang hadir di Sidang ke-2 IPPP ini adalah dari negara Kepulauan Cook, Samoa, Kepulauan Solomon, Tonga, Kepulauan Marshall, Mikronesia, Papua Nugini, Tuvalu, Kiribati, dan Republik Fiji. Sementara untuk parlemen negara Vanuatu, Nauru, Palau, Polinesia Prancis, dan Kaledonia Baru belum bisa menghadiri undangan.

Dengan tema ‘Partnership for Prosperity: Fostering Regional Connectivity and Inclusive Development’, Sidang ke-2 IPPP diharapkan dapat menjadi salah satu sarana untuk meningkatkan stabilitas di kawasan Pasifik.

“DPR RI menjadi inisiator pertemuan ini karena menilai kerjasama dengan negara-negara Pasifik akan menjadi penting secara geopolitik,” kata Puan usai menutup Sidang ke-2 IPPP di Fairmont Jakarta, Kamis (25/7).

Puan mengungkap isu Papua diangkat dalam pertemuan DPR dengan MSG di sela-sela Sidang IPPP dilakukan untuk memberi penjelasan kepada negara-negara Melanesia bahwa Indonesia mengambil langkah serius dalam pembangunan di Papua.

Indonesia sendiri tergabung sebagai Associate Member MSG mengingat ada beberapa provinsi di kawasan timur Indonesia yang masuk kawasan Pasifik dan juga terdapat rumpun Melanesia yakni Maluku, Maluku Utara, NTT, dan 6 provinsi di Papua

“Kami memberikan informasi terkait dengan saudara-saudara kita yang ada di Papua bahwa hari ini provinsi Papua sudah bertambah menjadi empat dan apa yang sudah dilakukan oleh Indonesia terkait dengan provinsi Papua,” terang perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.

Sidang ke-2 IPPP pun menghasilkan sejumlah kesepakatan dan rekomendasi soal kemajuan kerja sama antarnegara-negara Pasifik. Termasuk soal perlunya dibentuk sebuah wadah untuk jalur komunikasi yang lancar antara DPR RI dengan Parlemen negara-negara Pasifik.

Menurut Puan, regionalisme yang efektif dinilai dapat menyelesaikan sendiri masalah dan tantangan yang dihadapi di kawasan tanpa perlu membawa ke forum multilateral, misalnya seperti PBB. Keluarga besar Pasifik diharapkan dapat menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan dengan dialog regional.

“Sehingga jika ada hal-hal yang perlu dibicarakan kita akan membicarakannya secara bersama sehingga tidak ada hal-hal yang kemudian salah paham sehingga bisa dilakukan dahulu tanpa membawa masalah ini secara besar,” ucap Puan.

Sementara itu Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon mengungkap pertemuan DPR dengan MSG meluruskan informasi-informasi yang salah soal Papua. Sebab anggota MSG mengaku kerap mendapat informasi yang salah tentang Papua dari pihak-pihak tertentu.

“Kita menyampaikan informasi-informasi yang akurat perkembangan di Papua atau isu Papua yang saya kira kalau informasi dari mereka kan banyak yang salah atau disinformasi,” urai Fadli Zon, Jumat (26/7).

Fadli mengatakan, penjelasan dari DPR mengenai pembangunan dan kondisi Papua yang sesungguhnya dapat meluruskan kesalahan informasi.

“Kan kita yang mewakili rakyat jadi kita menyampaikan tadi perkembangan. Banyak sekali disinformasi, missed informasi, mungkin propaganda yang tidak benar terhadap apa yang terjadi di Papua,” tukas Anggota Komisi I DPR itu.

“Justru sebaliknya, banyak masyarakat sipil yang menjadi korban kekerasan dari pihak-pihak yang menginginkan separatisme maka kita perlu jelaskan kepada mereka,” lanjut Fadli.

Fadli mengatakan, anggota MSG berterima kasih atas penjelasan dari DPR soal Papua. Ia pun menilai pertemuan antara DPR dan MSG kemarin cukup berpengaruh.

Menurut Fadli pendekatan melalui diplomasi parlemen ini dapat membuka pandangan baru negara-negara MSG soal Papua, apalagi DPR juga mengundang Ketua Komnas HAM RI, Atnike Nova Sigiro pada pertemuan tersebut untuk memberikan laporan terkait Papua.

“Mereka sangat apresiasi keterangan-keterangan kita dan mereka juga menyampaikan pandangan-pandangannya tapi pada umumnya positif. Terlebih kita undang Komnas HAM sebagai lembaga yang independen melaporkan situasi dan kondisi di Papua,” sebut Fadli.

Bahkan MSG meminta agar ada suatu forum khusus antara parlemen negara-negara MSG dengan DPR. Lebih dari itu, Fadli menyebut negara-negara MSG pun ingin ada kerja sama dengan parlemen Indonesia.

“Mereka melihat perlu ada satu forum yang lebih rutin antara Indonesia dan parlemen negara-negara MSG, kita setujui. Bahkan tadi ada permintaan kalau bisa ada MoU antara DPR dengan parlemen MSG. Kita bilang akan kita diskusikan dan tindaklanjuti,” tutup Anggota DPR dari Dapil Jawa Barat V itu.

tag: #puan-maharani  #dpr  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
HUT RI 79 - SOKSI
advertisement
HUT RI 79 - ADIES KADIR
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement