JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Komisi III DPR mendesak Pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan judi online (judol) dengan memberantas para bandar mengingat judol sudah menyentuh anak-anak sebagai korbannya. DPR juga menyoroti kegaduhan informasi dari pejabat pemerintahan.
"Pemberantasan judi online ini harus diselesaikan dengan prioritas di tingkat Hulu. Tangkap dan tindak tegas para bandar, beking, influencer judol. Pemerintah melalui kewenangannya harus cepat dan tegas untuk menutup semua situs serta akses digital yang menjadi akses judol secara tegas, masif dan berkelanjutan," ujar Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto, Kamis (8/8/2024).
“Masalah judi online terus berlarut-larut dan sudah sangat meresahkan, apalagi anak-anak juga banyak menjadi korban. Negara tidak boleh main-main dalam menyelesaikan masalah judi online,” sambungnya.
Hingga saat ini belum ada sanksi tegas yang dilakukan Pemerintah dalam memberantas judol sehingga Didik meminta agar pencegahan dan penegakan hukum dalam kasus judi online dilakukan secara berkelanjutan. Ia juga menyoroti bagaimana judi online pun telah menyusup masuk ke institusi negara, termasuk oknum aparat.
"Bersihkan institusi negara dari segenap perilaku menyimpang para oknum aparat dan oknum pejabatnya. Jangan ada ruang toleransi sedikitpun kepada oknum aparat yang terlibat judol," tegas Didik.
“Ini bukan hanya moral hazard dalam perspekti moral dan etika, tapi lebih jauh dari itu yaitu kejahatan atau tindak pidana,” imbuh Legislator dapil Jawa Timur IX tersebut.
Didik menegaskan, judi online telah merusak etika bangsa. Apalagi saat ini sudah banyak anak-anak dan remaja yang ikut terbawa pada tren judi online.
Menurut data demografi saat ini, pemain judi online usia di bawah 10 tahun mencapai 2% dari pemain, dengan total 80.000 orang. Sebaran pemain antara usia antara 10 tahun s.d. 20 tahun sebanyak 11% atau kurang lebih 440.000 orang, kemudian usia 21 sampai dengan 30 tahun 13% atau 520.000 orang. Usia 30 sampai dengan 50 tahun sebesar 40% atau 1.640.000 orang dan usia di atas 50 tahun sebanyak 34% dengan jumlah 1.350.000 orang.
Kendati Pemerintah mengklaim telah berhasil menurunkan akses masyarakat ke situs judi online sebesar 50%, data terbaru menunjukkan aktivitas judi online di Indonesia masih tergolong tinggi sehingga perlu upaya lebih dari Pemerintah dan penegak hukum untuk menanggulanginya.
"Kami di Komisi III DPR sangat prihatin dengan penegakan hukum judol yang masih belum maksimal. Kami melihat judi online ini seperti fenomena gunung es,” jelas Didik.
Fenomena judi online diketahui memang menyebabkan dampak turunan, terutama masalah-masalah sosial di tengah masyarakat. Didik menilai, beberapa masalah yang harus diselesaikan lebih dulu agar masyarakat tidak gampang tergoda judol di antaranya seperti kemiskinan, pendidikan rendah, penegakan hukum, dan keseriusan Pemerintah.
“Khususnya sinergi antara lembaga yang utuh. Untuk itu melalui kewenangannya, Pemerintah dan aparatnya tidak boleh ragu dalam menindak tegas judi online. Blokir, tutup dan tindak tegas. Matikan segera akses, situs, dan seluruh jejaring pendukung judi online,” paparnya.
“Terus bangun kerjasama dengan negara lain, karena kejahatan ini beroperasi secara lintas negara,” lanjut Didik.
Komisi III DPR yang membidangi urusan hukum juga meminta aparat Penegak hukum untuk lebih agresif dan masif lagi dalam melakukan penindakan dan pemberantasan judi online. Didik mengatakan, penegakan hukum judi online harus dilakukan demi memastikan generasi penerus bangsa terbebas dari aktivitas perusak masa depan seperti dalam hal penindakan kasus narkoba.
“Penindakan hukumnya pun juga tidak boleh musiman, harus berkesinambungan hingga tuntas. Dan bukan hanya agen, pelaku, influencer serta penyerta lainnya saja yang ditindak, tapi yang utama adalah para bandar dan bekingnya,” tutur Anggota Banggar DPR ini.
“Bongkar, usut tuntas dan tindak tegas kejahatan pokok dan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang)-nya,” tambah Didik.
Penegak hukum dinilai harus terus responsif dan cepat untuk menindaklanjuti semua informasi dan temuan, khususnya dari PPATK. Mengingat masifnya pergerakan dan korban judol, pemberantasannya juga disebut memerlukan sinergi yang lebih utuh antara penegak hukum, masyarakat dan pemerintah termasuk PPTAK, Kementerian Kominfo dan institusi lainnya.
Didik pun menyoroti kegaduhan informasi terkait sosok bandar judi online. Hal ini berawal dari pernyataan Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani yang sebelumnya menyebut sosok berinisial T sebagai sebagai bos atau dalang judi online di Indonesia.
Akibat pernyataannya itu, Benny kemudian diperiksa Bareskrim Polri sebanyak dua kali. Usai diperiksa, Benny lalu mengubah pernyataannya. Ia kini mengaku tidak tahu sosok T, bos judi online yang ia ungkap. Didik mengingatkan, kejelasan dan akuntabilitas dalam pemberian informasi adalah hal yang tidak bisa ditawar dalam menjalankan fungsi sebagai pejabat publik.
“Pemerintah diharapkan dapat memastikan bahwa semua pejabat publik berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat dan transparan, serta menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga Pemerintah,” ungkapnya.
Ketidakakuratan informasi dari pejabat publik dinilai dapat berakibat fatal bagi citra lembaga Pemerintah karena dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara. Apalagi antara Benny dan pihak kepolisian terkesan saling menyalahkan.
“Pejabat pemerintahan jangan buat gaduh dengan pernyataan dan kebijakannya karena akan membingungkan masyarakat. Bagaimana rakyat mau percaya kalau pemimpin negaranya malah gaduh sendiri,” tukas Didik.
Sementara dalam upaya mencegah anak-anak dan remaja terlibat pada judi online, Didik menyebut perlu ada penerapan sistem pemantauan dan pengawasan yang lebih ketat.
"Penerapan sistem pemantauan dan pengawasan yang lebih ketat juga sangat diperlukan untuk memastikan bahwa anak-anak tidak dapat dengan mudah mengakses situs-situs judi online,” ucapnya.
Di sisi lain, Didik menilai penting pula Pemerintah memastikan bahwa program pendidikan anak mencakup aspek-aspek yang berkaitan dengan informasi tentang bahaya dari judi online.
“Saya yakin Polisi kita harusnya mampu mengungkap dan menangkap bandar besarnya, meskipun judol ini bisa dianggap kejahatan yang shopisticated dalam modus operandinya melalui berbagai layer dan jaringannya,” tutup Didik.