Program 3 juta rumah tampaknya akan benar benar terlaksana. Pemerintah akan membuat rumah rumah untuk rakyat, untuk mengatasi kelompok masyarakat yang tidak punya rumah atau bahasa sekarang homeless, atau menempati rumah tidak layak, atau numpang rumah mertua. Ini adalah niat yang baik tentunya.
Kalau kita menengok sejarah umat manusia dari jaman Jawa kuno yang konon adalah kelompok manusia paling tua di muka bumi ini, orang tidak punya rumah karena tidak bisa membeli rumah, karena miskin, karena tidak punya usaha atau pekerjaan alias menganggur, dan seterusnya berakibat manusia tersebut tidak punya rumah.
Sejarah membuat rumah untuk wong kere pernah dicoba secara kapitalis di Amerika Serikat. Para pengembang membuat rumah yang banyak lalu dijual dengan cara kredit ke masyarakat. Karena masyarakatnya tidak cukup uangnya untuk kredit rumah maka rumah tersebut boleh diagunkan ke bank untuk mendapatkan utang. Nilai pinjamannya berdasarkan asumsi harga runah 10 tahun ke depan. Rumah yang sama dijadikan agunan oleh bank untuk dapat utang atas dasar asumsi harga rumah 20 tahun ke depan. Aset rumah yang sama menjadi sumber uang bagi banyak pihak untuk dapat utang untuk pesta pesta. Makmurlah semua Amerika Serikat.
Tapi apa yang terjadi ternyata terjadi penggelembungan harga rumah, tejadi gelembung kredit konsumsi, terjadi gelembung utang property. Gelembung itu meledak, kempes, perusahaan property tidak bisa bayar utang, kredit macet, AS negara ambruk ekonominya, menular ke seluruh dunia. AS mengatasinya dengan memprinting uang kertas dollar banyak sekali. Namun tidak selamat juga sampai hari subprime mortgage menjadi gunung beku yang akan meledak berulang ulang. enaknya AS waktu itu bisa print uang, jadi masih bisa bagi uang.
Cara pembangunan perumahan di China lebih menggila, utang besar besaran yang sebagian besar bersumber dari bank bank dalam negeri melibatkan investor global telah membentuk utang sekitar 65 persen GDP Tiongkok. Namun ini adalah andalan pertumbuhan ekonomi mereka. Walaupun krisis telah dimulai pada tahun 2014 mencapai puncak penurunan penjualan rumah pada 2019 dan terjadi gagal bayar utang sektor property yang mengemuka adalah Evergrande Group. Langkah gila telah ditempuh dengan memperpanjang batas pembayaran kredit perumahan KPR hingga 50-60 tahun atau utang seumur hidup atau utang yang bisa diwariskan kepada anak cucu.
Usaha membangun rumah dengan utang menjadi cara seluruh dunia. Di Indonesia pembangunan perumahan begitu marak, tidak jauh beda dengan AS. Orang beli rumah awalnya banyak, rumah dan apartemen terus dibangun, lama lama yang beli makin berkurang, makin sedikit, tapi pembangunan rumah tetap merupakan unggulannya banking. Meskipun banyak proyek perumahan yang gagal total seperti Meikarta, dll yang skalanya lebih kecil.
Mengapa? sebabnya masyarakat memang uangnya sedikit, masih mikir panjang untuk kredit rumah, apalagi dengan bunga di Indonesia kelas lintah darat. Bunga bank untuk kredit perumahan bisa 13-15 persen setahun. walaupun banknya utang ke luar negeri dengan bunga cuma 3-6 persen setahun. Ya bank bank sendiri tidak dapat menghindar menjadi tengkulak atau lintah darat karena inflasi yang juga tinggi.
Usaha membangun rumah kini akan dilanjutkan lebih masiv. Jumlah yang akan dibangun tidak main main, mencapai 3 juta unit rumah. Jika dihitung hitung akan memgjabiskan anggaran 300 triliun rupiah dengan asumsi harga rumah 100 juta rupiah per unit. Jika ini terealisasi maka ini adalah ledakan besar pertumbuhan ekonomi double digit bisa terjadi.
Sekarang masalahnya bagaimana menyalurkan rumah itu kepada orang yang tidak punya rumah? dibagi gratis, sewa, atau dibeli secara kreditï¼Kalau kredit uang muka nya berapa? bunganya berapa? ini penting. Sebab model kredit dengan uang muka sekarang dan bunga sekarang telah membuat banyak orang kapok. Mahal dan membuat makan tidak enak dan tidur tidak nyenyak. Sekarang hanya 45 persen apartemen di Jakarta yang terisi.
Atau akan dibagi gratis? nah ini cara yang enak. pembangunan rumah dibiayai oleh APBN lalu dibangi gratis kepada masyarakat miskin, setengah miskin, pengangguran, dll yang sejenis. Cara semacam ini pasti banyak yang senang, mengingat sekarang terjadi deflasi sudah 5 bulan berturut turut, yang berarti masyarakat sedang tidak punya uang, alias kere keriting, sehingga belanja berkurang maka terjadi deflasi. ora po po, biarpun saldo nol tapi menempati rumah harga 100 juta rupiah pemberian gratis dari pemerintah. Keren juga gaes !(*)
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #